METODE (PENDEKATAN) MEMAHAMI HADIST
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah: Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist
Berbasis Perspektif Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Nur Hidayat, M.Ag
Disusun oleh:
Alma Pratiwi Husain (19204082003)
PGMI A2 Sem. I/S2
PROGRAM STUDI S2
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020
METODE PENDEKATAN MEMAHAMI HADIST
Disusun Oleh: Alma Pratiwi Husain
Program Studi S2 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: 19204082003@student.uin-suka.ac.id
ABSTRAK
Hadist tidak bisa dipisahkan dari pedoman kehidupan kaum muslimin. Hadist menjadi penjelas ayat Al-Qur’an yang masih umum. Walaupun secara historis hadist bersumber dari perkataan, perbuatan, dan ketetapannya Rasulullah, namun itu semua bukan berasal dari hawa nafsu rasulullah saw, melainkan perintah Allah yang bersumber dari Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan Rasulullah terjaga oleh Allah dalam aktivitasnya, mendapat teguran langsung dari Allah melalui turunnya ayat demi ayat Al-Qur’an (ma’sum). Dalam memahami hadist diperlukan metode dan pendekatan agar hadist mudah untuk dipahami dan dijelaskan kepada orang lain. Pada zaman ketika Rasulullah saw masih hidup, para sahabat ketika belum memahami perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad saw, langsung bertanya kepada beliau, kemudia Nabi Muhammad saw melakukan pensyarahan atau penjelasan mengenai perkataan dan perbuatannya tersebut. Setelah Rasulullah wafat dilakukan pensyarahan menggunakan metode dan pendekatan dalam memahami hadist yang telah dilakukan para imam-imam besar terdahulu, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan lainnya. Metode yang digunakan adalah metode ijmali, metode tahlili, metode muqarin, metode maudlu’i. Adapun pendekatan yang digunakan banyak, disini dibahas beberapa pendekatan yaitu normatif, historis, rejeksionis dan hermeneutika.
Kata Kunci : hadist, metode, dan pedekatan memahami hadist
A. PENDAHULUAN
Hadist merupakan pedoman ke dua bagi umat muslim. Hadist adalah segala perkataan, perbuatan, dan diamnya Nabi Muhammad saw. Hadist ini adalah penjelas dari Al-Quran yang bersifat umum belum spesifik. Hadist memberikan perincian penjelasan mengenai apa makna didalam Al-Qur’an tanpa hadist tidak akan bisa memahami syariat islam secara utuh.[1] Nabi Muhammad adalah manusia pilihan Alla yang dipilih Allah untuk menjadi utusannya yang mengajarkan islam kepada manusia. Dalam menyampaikan ajaran islam nabi Muhammad saw mendapatkan ahyu langsung dari Allah melalui perantara malaikat Jibril. Ketundukkan nabi muhammad saw kepada Allah swt sangatlah tinggi. Keteladanan yang patut untuk dicontoh, hingga seluruh sikapnya dijadikan akhlaqul kharimah dan teladan yang baik. Sehingga perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah saw di sebut hadist, yang umatnya jadikan sebagai pedoman kehidupan.
Pengkajian hadist memerlukan metode dan pendekatan dalam memahami hadist. Pada awalnya pengkajian hadist dilakukan dengan cara sederhana, yaitu mengambil penjelasan dari kita syarah hadist sesuai isi teksnya tanpa menggunakan metode yang lebih spesifik.[2] Alasan yang kuat dalam pengkajian hadist memerlukan metode dan pendekatan adalah melihat perkembangan zaman dari setiap masa. Melihat permasalahan yang terjadi saat ini banyaka masalah baru yang muncul dan membutuhkan penyelesaian. Disinilah dibutuhkan memahami hadist dengan metode dan pendekatan. Adapun metode yang bisa digunakan adalah metode ijmali(global), metode tahlili(analitis), metode Madlu’i(tematik), metode Muqarin(perbandingan), adapun pendekatannya adalah pendekatan normatif-tektual, pendekatan historis, metode rejeksionis, dan pendekatan hermeneutika.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Metode (Pendekatan)
Dalam memahami hadist digunakan metode dan pendekatan dalam melakukan syarah. Syarah dalam hadist, diartikan secara bahasa yaitu menguraikan sesuatu dan memisahkan sesuatu dari yang lainnya. Syarah bisa bermakna memberi catatan dan komentar kepada naskah atau matan suatu hadist. Syarah tidak harus berupa buku atau catatan, bisa dilakukan dengan lisan.[3] Syarah hadist adalah menguraikan ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah saw. sehingga mejadi lebih jelas, baik menggunakan bahasa arab maupun bahasa yang lainnya. Mensyarah hadist ini telah ada sejak zaman Rasulullah saw. hal ini terbukti dengan adanya penjelasan kembali yang dilakukan rasul ketika menerima pertanyaan dari sebagian sahabat mengenai ucapan maupun tindakan beliau yang belum jelas bagi mereka.
Metode secara bahasa (etimologi), berasal dari kata method (Bhs. Inggris), yang berarti cara. Adapun secara istilah (terminologi), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Metodologi juga berasal dari kata method’ yang berarti cara atau tekhnik, metode juga diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai tujuan sesuai yang dikehendaki. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dua kata yakni metha, yang berarti menuju, melalui, mengikuti, dan kata hodos yang berarti jalan, perjalanan, cara,dan arah. Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah. Dalam bahasa Inggris, kata tersebut ditulis dengan method dan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan manhaj atau thariqah. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti cara yang teratur terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan juga lainnya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang ditentukan.
2. Metode (pendekatan) Memahami Hadist
Metode pemahaman hadis adalah cara yang ditempuh sesorang untuk memahami hadis. Terdapat beberapa metode dalam memahami hadist, diantaranya yaitu:
a. Metode Ijmali (global)
1) Pengertian Metode Ijmali (global)
Metode Ijmali (Global) menjelaskan hadist sesuai urutan dalam kitab hadist secara singkat dan dengan bahasa yang mudah dipahami. Syarah dengan metode ijmali singkat dan tidak menyinggung hal yang berada diluar teks, dan terkadang tidak menyebutkan asbabul al-wurud. Kitab yang menggunakan metode ijmali, yaitu syarh al-syuyuti li Sunan al-Nasa’i karya Jalaluddin as-Syuyuti, Qut al-Mugtazi ‘ala Jami’ al-Tirmidzi karya Jalal al-Din al-Syuyuti.
Contoh metode ijmali Dalam kitab syarah hadis ’Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Muhammad bin Asyraf bin ’Ali Haidar Al-Siddiqi al-’Azim Abadi sebagai berikut:
(غسل يوم الجمعة واجب) قال الخطابي معناه وجوب الاختيار و الاستحباب دون وجوب الفرض كما يقول الرجل لصاحبه حقك علي واجب وأنا أوجب حقك و ليس ذلك بمعنى اللزوم و الذي لا يسع غيره ويشهد لصحة هذا التأويل حديث عمر الذي تقدم ذكره انتهىز قال ابن دقيق العيد في شرح عمدة الأحكام ذهب الأكثرون إلى استحباب غسل الجمعة و هم محتاجون إلى الأعتذار عن مخالفة هذا الظاهر وقد أولوا صيغة الأمر عل الندب و صيغة الوجوب على التأكيد كمايقال إكراماك على واجب وهو تأويل ضعيف إنما يصار إليه إذا كان المعارض راجحا على هذا الظاهر وأقوى ماعارضوابه هذا الظاهر حديث من توضأ يوم الجمعة فيها ونعمت ومن اغتسل فالغسل أفضل ولايعارض سنده سند هذه الأحادث انتهى (على كل محتلم) أي بالغ وإنما ذكر الإحتلام لكونه الغالب وتفسيره بالبالغ مجاز لأن الإحتلاميستلزم البلوغ والقرينة الماسة عن الحمل على الحقيقة أن الإحتلام إذا كان معه انزال موجب للغسل سواء كان يوم الجمعة أم لا. ذكره الزرقاني قال المنذري و أخرجه البخاري و مسلم والنسائي وابن ماجه.
2) Ciri-ciri Metode Ijmali
Penjelasan hadist langsung dilakukan dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Dalam metode ijmali pensyarah tidak memiliki banyak ruang untuk mengungkapkan idenya, sehingga penjelasannya umum dan sangat ringkas. Metode ijmali ini langsung merujuk pada matan hadist, inilah yang memudahkan karena langsung terfokus pada isi hadist.
3) Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan metode ijmali yaitu :
a) Ringkas dan padat
Dalam metode ijmali syarah hadist lebih singkat dan praktis, sehingga cepat diserap oleh pembaca. Metode ini cocok digunakan untuk seseorang yang ingin memahami hadist dalam waktu singkat. Dari sisi sanad dan kritik matan minim, bahkan tidak ditampilkan.
b) Bahasa Mudah
Bahasa yang digunakan dalam metode ijmali ini singkat, mudah, dan padat. Pensyarah menjelaskan maksud hadist tanpa memberikan pendapatnya sendiri.
Kekurangan metode ijmali yaitu;
a) Menjadikan petunjuk hadist bersifat parsial
Antara hadist satu dengan yang lain terkadang berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan pemahaman hadist yang utuh. Metode ijmali tidak mendukung kesatuan antar hadist.
b) Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai
Metode ijmali tidak menyediakan ruang terkait pluralitas pemahaman suatu hadist. Metode ini tidak bisa digunakan dalam analisis pemahaman hadist yang detail dan terperinci.
b. Metode Tahlili (analitis)
1) Pengertian Metode Tahlili (analitis)
Metode syarah tahlili menjelaskan hadis-hadis Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah. Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarah hadis mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang dikenal dari al-kutub al-sittah. Pensyarah hadist memulai penjelasannya kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung hadis sepertikosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya hadist (jika ditemukan), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar di sekitar pemahaman hadis tersebut baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in, maupun para ulama hadist. Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili antara lain: Fath al-bari bi syarh Sahih al-Bukhari karya Ibn Hajar Al-Asqalani, irsyad al-Sari li-Syarh Sahih al-Bukhari karya Ibn al-Abbas Syihab al-Din Ahman bin Muhammad al-Qastalani.
2) Ciri-ciri Metode Tahlili
Pensyarahan yang mengikuti metode tahlili dapat berbentuk ma’sur(riwayat) atau ra’y(pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma’sur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in atau ulama hadist dalam penjelasan terhadap hadist yang disyarah. Adapun syarah yang berbetuk ra’y banyak didominasi oleh pemikiran rasional penyarahnya. Jika kitab-kitab syarah menggunakan metode tahlili, baik yang berbentuk ma’sur maupun ra’y dicermati, maka ciri-ciri pensyarahan yang dilakukan mengikuti pola menjelaskan makna yang terkandung dalam hadist secara komprehensif dan menyeluruh. Dalam melakukan pensyarahan, hadist dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud (latar belakang turunya sebuah hadist) dari hadit-hadist yang dipahami jika hadist yang disyarah tersebut memiliki sabab wurudnya. Pemahaman lain yang disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in dan para ahli syarah hadist lainnya dari berbagai disiplin ilmu seperti teologi, fiqh, bahasa, sastra. Dijelaskan munasabah (hubungan) antara satu hadist dengan hadist yang lain. Syarah menggunakan metode ini diwarnai pula oleh kecenderungan dan keberpihakan pensyarah kepada salah satu mazhab tertentu, sehngga timbul berbagai corak pensyarahannya seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran islam. contohnya :
Hadist tentang khusnul khatimah dalam kematian;
Dari Abu Dzar RA, dia berkata, “Rasulullah SAW Bersabda, Telah datang kepadaku utusan dari Tuhanku, dia memberitahukan kepadaku atau beliau bersabda, “Ia memberi kabar gembira kepadaku, bahwasanya barang siapa yang mati di antara umatku dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia masuk surga. Aku berkata,“Meskipun dia berzina dan mencuri”? Beliau menjawab, “Meskipun dia berzina dan mencuri”.[4]
Dari Abdullah ra, dia berkata,”Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa Meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia masuk neraka‟. Aku berkata, Barang siapa mati dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia masuk surga”.
3) Kelebihan dan kekurangan metode tahlili
Kelebihan yang dimiliki oleh metode syarh tahlili antara lain:
a) Ruang lingkup pembahasan sangat luas
Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mencakup berbagai aspek; kata, frasa, kalimat, asbab al-wurud, munasabah, yang dapat digunakna dalam bentuk yang ma’thur.
b) Memuat berbagai ide dan gagasan
Syarah metode tahlili(analisis) memberikan kesempatan yang sangat longgar kepada pensyarah untuk menuangkan sebanyak mungkin ide, gagasan, yang dikemukakan oleh ulama. Inilah kelebihan yang tidak dimiliki metode lainnya.
Kekurangan metode tahlili (Analisis), yaitu :
a) Menjadikan petunjuk hadis parsial
Metode analitis menjadikan petunjuk hadist bersifat terpecahpecah, sehingga seolah-olah hadist memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten, karena perbedaan syarah yang diberikan antara satu hadist dengan hadist lain yang sama redaksinya.
b) Melahirkan syarah yang subjektif
Dalam metode analitis terkadang pensyarah tidak sadar bahwa ia telah mensyarah hadist secara subjektif, dan tidak mustahil ada yang mensyarah sesuai dengan kemauan pribadinya, tanpa memperhatikan kaidah atau norma yang berlaku. Pola metode analitii ini membuka pintu selebar-lebarnya bagi pensyarah untuk mengemukakan ide dan gagasan yang berkembang. Dengan kekurangan yang ada menjadikan pensyarah lebih berhati-hati dalam menggunakan metode analitis ini, sehingga tidak sampai pada subyektifitas penyarahan hadist.
c. Metode Maudlu’i (Tematik)
1) Pengertian Metode Maudlu’i
Metode Maudlu’i adalah suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Hadist tentang tema tertentu, maka tafsir ini juga dinamakan tafsir tematik.[5] Penjelasan lain mengenai metode Maudlu’i yaitu suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada suatu tema tertentu, lalu mencari pandangan Al-Hadist tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan memahaminya ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, yang muthlaq digandengkan dengan yang muqayyad, dan lain-lain, sambil memperkaya uraian dengan hadis-hadis yang berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu. Contoh hadist menggunakan metode maulu’i:
Hadist tentang Kitab al-Jinayat (Urusan Pidana), hadits ke-1195, halaman 247
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang gadis ditemukan kepalanya sudah retak di antara dua batu besar, lalu mereka bertanya kepadanya: Siapakah yang berbuat ini padamu? Si Fuan? atau Si Fulan? Hingga mereka menyebut nama seorang Yahudi, gadis itu menganggukkan kepalanya. Lalu ditangkaplah orang Yahudi tersebut dan ia mengaku. Maka Rasulullah Saw memerintahkan untuk meretakkan kepalanya di antara dua batu besar itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
Hadist tentang Kitab al-Hudud (Hukuman), Bab Hadd al-Sariqah (Hukuman Pencurian), hadits ke-1257, halaman 261
Dari ' Aisyah Radliyallaahu 'anha bahwa Rasulullah bersabda: "Apakah engkau akan memberikan pertolongan untuk membebaskan suatu hukuman dari hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah?". Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah. Beliau bersabda: "Wahai manusia, orangorang sebelummu binasa adalah karena jika ada seseorang yang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membebaskannya, dan jika ada orang lemah di antara mereka mencuri, mereka menegakkan hukum padanya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut riwayatnya dari jalan lain bahwa 'Aisyah Radliyallaahu 'anha berkata: Ada seorang perempuan meminjam barang lalu memungkirinya, maka Nabi Saw memerintahkan untuk memotong tangannya.[6]
2) Ciri-ciri Metode Maudlu’i
Memilih hadist-hadist yang memiliki pembahasan sama, topik bahasan harus diberi batasan agar tidak melebar, pembahasan hadist mengaitkan antara hadist satu dengan yang lainnya secara sistematis tepat dan utuh, dalam proses penyarahan hadist memerlukan syarah analisis pengetahuan asbabul wurud.
3) Kelebihan dan kekurangan Metode Maudlu’i
Kelebihan metode maudlu’i (tematik); bisa digunakan untuk menjawab tantangan permasalahan di zaman sekarang, dalam memahami lebih praktis dan sistematis, memunculkan sikap dinamis baik dalam proses penyarahan dan bagi pembaca hadist, menghubungkan beberapa hadist sehingga mendapat pemahaman yang utuh.
Kekurangan metode madlu’i, yaitu; dalam metode ini terdapat pemenggalan hadist, metode ini juga membatasi pemahaman hadist.
d. Metode Muqarin (Perbandingan)
1) Pengertian Metode Muqarin
Metode muqarin memahami hadist dengan membandingkan hadist yang memiliki redaksi yang sama dalam kasus yang sama. Bukan hanya hadist membandingkan pendapat ulama dalam mensyarah hadist. Kitab yang menggunakan metode muqarin yaitu Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi karya imam Nawawi, Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari karya Badr al-Din Abu Muhammad Mahmud bin Al-Aini. Contoh hadist muqarin;
Hadist tentang bersikap sabar :
“Seseorang telah berkata kepada Nabi s.a.w.: “Nasihatilah aku.” Bersabda Rasulullah s.a.w.: “Jangan marah.” Maka berulang-ulang orang itu meminta dinasihati, jawab Nabi: “Jangan marah”. (Al-Nawawi, 2000: 514)
Hadist lain tentang bersabar :
“Wahai ibu bersabarlah sesungguhnya ibu di dalam keadaan hak (benar)”. (Al-Nawawi, 2000: 227)
2) Ciri-ciri Metode Muqarin
Perbandingan hadist ini tidak terbatas pada perbandingan analisis radaksional (mabahis lafziyyah) saja, namun mencangkup perbandingan periwayat, kandungan makna dari masing-masing hadist yang diperbandingkan. Perbandingan pendapat para pensyarah mencangkup ruang lingkup yang sangat luas karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik kandungan makna hadist maupun korelasi antara hadist dengan hadist. Ciri utama metode ini adalah perbandingan. Jika yang diperbandingkan adalah kemiripan redaksi maka langkah yang ditempuh adalah mengidentifikasi hadist yang redaksinya sama, membandingkan kedua hadis yang redaksinya sama, menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, memperbandingkan antara berbagai pendapat para pensyarah tentang hadist yang di jadikan objek pembahasan.
3) Kelebihan dan kekurangan Metode Muqarin
Kelebihan Metode Muqarin yaitu;
a) Memberikan wawasan pemahaman yang lebih luas kepada pembaca.
b) Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang jauh berbeda.
c) Metode ini sangat berguna bagi mereka yang inginn mengetahui berbagai pendapat tentang sebuah hadist
d) Pensyarah didorong untuk mengkaji berbagai hadist dan pendapat para pensyarah yang lain.
Kekurangan metode Muqarin yaitu;
a) Metode ini tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula, karena pembahasan luas, sehingga sulit menentukan pilihan.
b) Metode ini tidak mampu menjawab permasalan sosial karena mengedepankan perbandingan daripada pemecahan masalah.
c) Metode ini lebih menelusuri pemahaman yang diberikan oleh ulama daripada memunculkan pendapat baru.
3. Pendekatan Dalam Memahami Hadist
Agar hadist dapat tersyarah dengan utuh diperlukan pendekatan-pendekatan dalam memahami hadist, antara lain sebagai berikut;
a. Pendekatan Normatif (tekstual)
pendekatan normatif yaitu pendekatan yang memandang hadist secara asli belum terdapat penalaran pemikiran manusia.[7] Pendekatan normatif ini bisa dikatakan tekstual, atau memahami hadist dengan melihat makna harfiah, tanpa melihat latar belakang kemunculan hadist dan sejarahnya. Sejalan dengan perkembangan zaman, pendekatan ini sulit untuk dipertahankan apalagi berkaitan dengan sosial kemasyarakatan karena pemahamannya hanya sesuai harfiah. Contoh hadist menggunakan pendekatan normatif (tektual);
Hadis tentang perempuan dari tulang rusuk laki-laki, yang diriwayatkan oleh Mutafaq Alaihi yang artinya:
“…berwasiatlah kepada perempuan dengan baik, karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau meluruskan-nya dengan keras, niscaya engkau akan mematah-kannya. Tetapi kalau dibiarkan dia akan tetap bengkok”.
Hadis ini sudah ditakhrij oleh Bukhari dan Muslim dan artinya hadis ini adalah hadis shahih. Dan menurut Ishaq dari hadis Ibn Abas dalam (al-Bukhari) bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang sebelah kiri selagi dia tidur. Memahami hadis seperti yang dikemukakan ini secara harfiyah menyebabkan adanya pemahaman bahwa kepribadian perempuan seperti tulang rusuk yang bengkok sudah menjadi kodrat (pembawaan) sejak lahir. Karena itu pemahaman yang keliru mengenai asal usul kejadian perempuan bisa menimbulkan sikap yang serba salah bagi perempuan, di satu sisi perempuan ditantang untuk berprestasi sementara di lain pihak ketika perempuan menduduki posisi puncak keberadaannya sebagai perempuan shalehah malah dipertanyakan.[8]
b. Pendekatan Historis
Pendekatan historis yaitu memahami hadist dengan melihat dan mengkaji peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadist. [9] Dalam hal itu mengkaji secara mendalam terhadap sejarah, merupakan bagian yang sangat penting. Sebab, pemahaman terhadap sejarah akan memberikan perspektif yang lebih luas tentang ruang dan waktu munculnya sebuah hadis.[10]
Contoh hadist menggunakan pendekatan historis;
“Telah menceritakan kepadaku (Imam al-Bukhari) Isma’il ibn Abdullah, ia telah mengatakan bahwa malik telah menceritakan kepadaku yang ia terima dari Nafi’ ini menerima dari Abdullah ibn ‘Umar r.a yang berkata bahwa sekelompok orang Yahudi datang kepada Rasulullah saw. sambil menceritakan (masalah yang mereka hadapi)baha seorang laki-laki dan perempuan dari kalangan mereka telah melakukan perbuatan zina. Kemudia Rasulullah menanyakan kepada mereka: “Apa yang kamu temukan dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam?”. Mereka menjawab, “Kami mempermalukan dan nebdera mereka”. Kemudian Abdullah ibn Salam berkata: ”Kamu semua berdusta, sebab dalam kitab Taurat itu ada hukum rajam. Ambilah kitab Taurat”. Dan mereka menggelar taurat tersebut untuk dibaca, tetapi salah satu dari mereka meletakkan telapak tangannya tepat diatas ayat rajam dan hanya dibaca ayat sebelum dan sesudahnya saja. Kemudian Abdullah ibn Salam mengatakan lagi “angkat tanganmu”, lalu orang itu mengangkat tangannya da saat itu tampaklah ayat rajam. Selanjutnya mereka mengatakan “Benar ya Muhammad bahwa dalam kitab Taurat ada ayat rajam. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk melakukan hukum rajam tersebut”. (HR.Bukhari)[11]
c. Pendekatan Rejeksionis
Pendekatan rejeksionis merupakan paradigma atau pendekatan yang cenderung menolak hadis-hadis yang dianggap tidak masuk akal. Paradigma atau pendekatan rejeksionis-liberal tolok ukur yang dipakai adalah pertimbangan akal, sehingga jika ada suatu hadis yang isinya tidak bisa diterima akal maka akan ditolak. Penolakan ini berlaku pula pada hadis-hadis yang berkualitas shahih sekalipun.[12] Contoh hadist dengan pendekatan rejeksionis, yaitu:
Dalam hadits riwayat muslim di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan;
“Keringat manusia ketika itu sesuai dengan kondisi amalannya. Ada di antara mereka yang keringatnya sampai di mata kaki. Ada pula yang keringatnya sampai di paha. Ada yang lain sampai di pinggang. Bahkan ada yang tenggelam dengan keringatnya.” (HR.Muslim)
Hadist ini dapat kita katakan, “Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia. Namun manusia ketika hari kiamat memiliki kekuatan yang luar biasa. Mungkin saja jika manusia saat ini berdiam selama 50 hari di bawah terik matahari, tanpa adanya naungan, tanpa makan dan minum, pasti dia akan mati. Akan tetapi, sangat jauh berbeda dengan keadaan di dunia. Bahkan di hari kiamat, mereka akan berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.”(Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 370)
d. Pendekatan Hermeneutika
Pada studi hadist kontemporer digunakan pendekatan hermeneutika dalam memahami hadis. Dalam pengkajiannya pendekatan hermeneutika ini menekankan pada aspek epistemologi-metodologis dalam mengkaji teks hadis untuk meghasilkan pembaca yang lebih produktif. Dengan kata lain pendekatan hermeneutika yaitu suatu penafsiran teks tradisional, dimana suatu permasalahan diarahkan dalam konteks kekinian yang situasinya sangat berbeda. Adanya pendekatan hermeneutika ini dikarenakan tantangan zaman yang semakin berkembang, sehingga dirasa hadist perlu menggunakan pendekatan hermeneutika dalam proses pengkajiannya. Dalam aplikasi pengkajian hadist menggunakan pendekatan hermeneutika ini bukan hanya menggunakan ilmu nahu shorof, ushul fiqih dan balaghah, tetapi diperlukan ilmu lain yaitu sosiologi, antropologi, filsafat ilmu, dan lai sebagainya.[13] contoh hadist menggunakan pendekatan hermeneutika;
“Amru bin Khalid meriayatkan kepada kami, ia berkata: Al-laits meriwayatkan kepada kami dari Yazid, dari Abul Khair, dari ‘Abdullah bin ‘Amru Radhiyallahu’anhuma. Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada nabi “Islam apa yang paling baik?, Nabi menjawab; “Engkau bersedekah makanan dan mengucapkan salam kepada yang kau kenal dan yang tidak kau kenal”. (HR. Bukhari)
Jika hadist ini dibawa dizaman sekarang, pertanyaan ini dapat di jawab dengan mempertimbangkan karakter penanya serta situasi dan kondisi. Apabila saat ini banyak terjadi bencana maka, amalan terbaik adalah memberikan makanan dan kebutuhan masyarakat.
C. KESIMPULAN
Menguraiakan atau menjelaskan hadist disebut dengan syarah. Syarah bisa bermakna memberi catatan dan komentar kepada naskah atau matan suatu hadist. Metode juga diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai tujuan sesuai yang dikehendaki. Dalam memahami hadist diperlukan metode dan pendekatan agar hadist mudah untuk dipahami dan dijelaskan kepada setiap manusia yang mempelajarinya.
Terdapat beberapa metode untuk memahami hadis, yaitu menggunakan metode ijmali(global), tahlili(analitis), Muqarin(perbandingan), Maudlu’i(tematik). Metode Ijmali(Global) menjelaskan hadist sesuai urutan dalam kitab hadist secara singkat dan dengan bahasa yang mudah dipahami. Metode syarah tahlili(analitis), menjelaskan hadis-hadis Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah. Metode Maudlu’i(tematik) yaitu suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada suatu tema tertentu, lalu mencari pandangan Al-Hadist tentang tema tersebut. Metode muqarin memahami hadist dengan membandingkan hadist yang memiliki redaksi yang sama dalam kasus yang sama. Beberapa pendekatan yang difokuskan pendekatan normatif-tekstual, historis, rejeksionis, dan hermeneutika. Pendekatan normatif-tektual adalah memahami hadist dengan melihat makna harfiah, tanpa melihat latar belakang kemunculan hadist dan sejarahnya. Pendekatan historis yaitu memahami hadist dengan melihat dan mengkaji peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadist. Pendekatan rejeksionis merupakan paradigma atau pendekatan yang cenderung menolak hadis-hadis yang dianggap tidak masuk akal. Pendekatan hermeneutika yaitu suatu penafsiran teks tradisional, dimana suatu permasalahan diarahkan dalam konteks kekinian yang situasinya sangat berbeda.
D. DAFTAR PUSTAKA
A. Shamad, Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Hadis, Al-Mu‘ashirah Vol. 13, No. 1, Januari 2016
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadist: Paradigma Interkoneksi Berbagai Metode dan Pendekatan dalam Memahami Hadist Nabi, Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2016
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Didi junaedi, Mengenal Lebih Dekat Metode Tafsir Maudlu’i, Diya al-Afkar Vol. 4 No.01 Juni 2016
Ibnu Hajar Al Asqolani Al imam Al hafizh, Fathul Bari : Penjelasan Kitab Shahih Al Bukhari, Jakarta : Pustaka Azzam, 2010
Liliek Channa Aw, Memahami Makna Hadis Secara Tekstualdan Kontekstua, jurnal Ulumuna, Volume XV Nomor 2 Desember 2011
Moh. Mahrus, Konsep Multikulturalisme Perspektif Hadits: Studi Kitab Bulughul Maram, FENOMENA, Volume 7, No 1, 2015
Mujiono Nurkholis, Metodologi Syarah Hadist: Al-Munjid fi al-Lughah, Dar al-Masyriq, (Bandung: Fasygil Group.2003
Mukhlis Mukhtar, Hadist Maudhu’ Dan Permasalahannya, Ash-sahabah Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, Volume 3, Nomor1, Januari 2017
Murniyetti, Demokrasi dalam Islam: suatu Pendekatan Tematik Normatif Tentang Kepemimpinan Perempuan, DEMOKRASI Vol. IV No.1 Tahun. 2005
Nizar Ali, Memahami hadis Nabi(Metode dan Pendekatan), Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman, 2001
Ramli Abdul Wahid, Perkembangan Metode Pemahaman Hadis, Analytica Islamica, Vol. 3, No. 2, 2014
Taufan Anggoro ,Wacana Studi Hadis Di Indonesia: Studi Atas Hermeneutika Hadis Muhammad Syuhudi Ismail, Diya al-Afkar Vol. 6, No. 2, Desember 2018
[1] Mukhlis Mukhtar, Hadist Maudhu’ Dan Permasalahannya, Ash-sahabah Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, Volume 3, Nomor1, Januari 2017
[3] Mujiono Nurkholis, Metodologi Syarah Hadist: Al-Munjid fi al-Lughah, Dar al-Masyriq, (Bandung: Fasygil Group.2003), hlm.1
[4] Ibnu Hajar Al Asqolani Al imam Al hafizh, Fathul Bari : Penjelasan Kitab Shahih Al Bukhari, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2010) hal 6.
[6] Moh. Mahrus, Konsep Multikulturalisme Perspektif Hadits: Studi Kitab Bulughul Maram, FENOMENA, Volume 7, No 1, 2015
[8] Murniyetti, Demokrasi dalam Islam: suatu Pendekatan Tematik Normatif Tentang Kepemimpinan Perempuan,DEMOKRASI Vol. IV No.1 Tahun. 2005
[9] Nizar Ali, Memahami hadis Nabi(Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman, 2001), hlm. 70
[10] Liliek Channa Aw, Memahami Makna Hadis Secara Tekstualdan Kontekstua, jurnal Ulumuna, Volume XV Nomor 2 Desember 2011
[11] A. Shamad, Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Hadis, Al-Mu‘ashirah Vol. 13, No. 1, Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOHON COMMENT NYA :)
ATAU LIKE NYA (Y) TERIMA KASIH