HADIS TEMATIK TENTANG ETIKA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM

HADIS TEMATIK TENTANG ETIKA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

DALAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM

 

Disusun untuk memenuhi tugas individu

Mata Kuliah: Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis Berbasis Perspektif Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Dr. Nur Hidayat, M.Ag.

 


Disusun Oleh:

Lesta Septia Sari (19204080057)

Semester I/S2 PGMI A2

 

MAGISTER PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2020

HADIS TEMATIK TENTANG ETIKA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

DALAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh Lesta Septia Sari[1]

Lestaseptia23@gmail.com

Program S2 Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

FTIK-UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

 

Abstrak

Etika merupakan sesuatu hal yang ssangat umum, artinya etika yaitu tentu diketahui oleh setiap orang, dalam berkehidupan bermasyarakaat, tetapi seketika jadi prinsip benar dan salah dari tingkah laku setiap manusia. Etika juga dapat diartikan sebagai norma atau aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam bertindak dan berprilaku di masyarakat terhadap seseorang yang berhubungan dengan sifat baik dan buruk.

Guru sebagai pendidik, harus dapat menjadi contoh yang baik dan benar dalam beretika, agar tercapainya keberhasilan kegiatan dalam pembelajaran, maka guru dituntut harus memberikan pendekatan kepada anak didik sesuai dengan kebutuhan dan keadaan anak didik tersebut, disinilah dibutuhkan variasi. Pendekatan dan variasi dapat tercapai apabila etika yang digunakan guru sesuai dengan ajaran islam. Guru dikenal sebagai sosok yang patut diguru dan ditiru , dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang luas, dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan sebagai panutan dan suri tauladan oleh anak didiknya.

Anak didik adalah individu yang akan dipenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. Akan tetapi dalam proses kehidupan dan pendidikan umum, batas antara keduanya sulit ditentukan karena adanaaya saling mengisi dan saling membantu, saling meniru, dan ditiru saling memberi dan menerima informasi yang dihasilkan akibat dari komunikasi yang dimulai dari kepekaan indera, pikiran, apersepsi dan keterampilan untuk melakukan sesuatu yang mendorong internalisasi dan individualisasi pada diri individu sendiri.

Kata kunci: Etika, pendidik, dan Anak didik

 

 

 

A.  PENDAHULUAN

            Wacana dalam etika bukanlah permasalahan yang abru dalam ehidupan bermasyarakat, bahkan kedudukan etika dalam lingkungan masyarakat merupakan hal yang sangat penting baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku manusia, eyika menentukan nilai-nilai perbuatan baik dan buruk, sedangkan yang menentukan nilainya adalah akal pikiran manusia.

      Salah satu menjadi seorang pendidik adalah menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum dan kode etik agama dan etika. Hal demikian dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tentang guru dan dosen pasal 60. Oleh karena itu, menjaga etika sebagai seorang pendidik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Menjadi seorang pendidik merupakan profesi yang sangat mulia, karena hakikatnya orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang bahkan ditinggikan derajatnya oleh Allah swt. Di samping itu, ilmu pengetahuan itu sendiri mulia, sehingga profesi sebagai penyampai ilmu atau pendidik adalah memberikan kemuliaan. Tugas utama seorang pendidik adalah 41 menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta mendorong hati manusia untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah swt.

                  Anak didik dalam pendidikan Islam adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan. Definisi tersebut memberi arti bahwa anak didik merupakan anak yang belum dewasa yang memerlukan orang lain untuk menjadi dewasa. Anak kandung adalah anak didik dalam keluarga, murid adalah anak didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah anak didik masyarakat sekitarnya dan anak-anak umat beragama menjadi anakanak rohaniawan agama. Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai objek pendidikan. Kesalahan dalam pemahaman hakikat anak didik menjadikan kegagalan total.

Agama Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting, sehingga mencari ilmu hukumnya adalah wajib. Islam juga mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu berlaku prinsip tidak mengenal batas, dimensi, ruang, dan waktu. Artinya dimanapun, kapanpun serta dengan siapapun kita bisa belajar. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

 

Islam juga menjanjikan derajat yang tinggi untuk orang yang berilmu.

Allah berfirman:

يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ  ١١ [ الـمجادلـة:11-11]

Artinya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al Mujadilah: 11)

            Begitu juga islam mengajarkan bahwa ilmu itu menentukan selamat atau bahagia tidaknya manusia di dunia dan di akhirat. Rasulullah bersabda:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

Artinya: Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan di dunia maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menghendaki kebahagiaan akhirat maka harus dengan ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kebahagiaan keduanya (dunia dan akhirat) maka harus dengan ilmu (H.R. Tirmidzi)

Salah satu mendapatkan ilmu adalah melalui proses pembelajaran. Proses belajar mengajar adalah interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan murid dalam situasi tertentu. Mengajar lebih spesifik lagi melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi mengajar itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah prosedur tententu.

      Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika sering dikaitkan dengan akhlak dan moral. Etika merupakan penjabaran dari moral dalam bentuk formula, peraturan, atau ketentuan pelaksanaan. Etika pada dasarnya berkaitan dengan dampak tindakan individu pada orang lain, etika juga serinng disebut adab kesopanan. Adab kesopanan di dalam bathin yang suci, hati bersih, niat bagus, dan tidak menipu sesama manusia, sedangkan kesopanan di luar adalah kesopanan pergaulan, menjaga yang salah pada pandangan orang lain. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian system nilai-nilai yang berlaku.

 

B.  PEMBAHASAN

1. Etika seorang pendidik (Guru)

            Etika Guru Terhadap Peserta didik Guru merupakan tenaga pendidik yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak dididik di sekolah. Guru haruslah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya sesuai ilmu yang dimiliki. Dengan keilmuannya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadian masing–masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagi aspek yang tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk menghantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas. Pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai individual dengan segala perbedaan dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk sosial. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan melahirkan pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnya pun berlainan. Fenomena tersebut merupakan aspek-aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak keberhasilan belajar mengajar yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat keberhasilan anak didik menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali pertemuan. Selain aspek-aspek tersebut, tingkat keberhasilan belajar mengajar terhadap peserta didik. Etika yang baik akan memungkinkan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan etika guru yang kurang baik dalam mengajarnya. Adapun guru yang baik menurut I. L. Pasaribu dalam bukunya yang berjudul Proses Belajar Mengajar adalah guru yang mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Menganut dan mendarah dagingkan falsafah Negara Pancasila. Tindakan kita sehari– hari harus merupakan pemancaran Pancasila, seorang Pancasilais memiliki sifat antar lain banyak berkorban, pengendalian.

 2. Mengenal dan menggunakan prinsip didaktik dalam setiap mengajar. Alangkah janggalnya seorang yang mengajar tak mengetahui dan tak menjauhkan prinsip didaktik.

3. memahami situasi serta menghormati murid sebagai subyek. Karena itu guru hendaknya menjauhkan diri dari otoriter.

4. menghormati bahan pelajaran yang di berikan. Orang yang demikian harus menguasai bahan serta mengetahui manfaatnya.

5. Dapat menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.

6. Memperhatikan perbedaan individu. Tiap–tiap anak mempunyai perbedaan dan kesanggupan dalam mengolah pelajaran.

7. Berusaha mengembangkan semua aspek kepribadian (emosional, estetik,etika, intelek), sehingga anak yang bersangkutan dapat bekerja sama dengan orang lain.

 8. Memiliki mental health; pekerjaan mengajar harus dilandasi kesehatan mental yang baik, karena guru berusaha mendewasakan murid.

 9. Memiliki persiapan; sebelum mengajar harus merumuskan serta memperiapkan pelajaran; a)  Menentukan dan merumuskan tujuan dari pada pengalaman belajar itu sendiri;

b) Menyusun suatu rencana strategi pengajaran;

c) menyusun rencana untuk menilai efktivitas dari pada rencana strategi pengajaran.

Dari keterangan tersebut menunjukan bahwa seorang guru yang baik haruslah memiliki sifat-sifat tersebut. Agar dalam setiap kegiatan mengajar dan mendidik dapat berhasil dengan seoptimal mungkin. Selain hal tersebut, guru haruslah memiliki etika dalam menghadapi peserta didik, etika yang dimaksud adalah sebagai berikut: guru haruslah memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis dari pada otokratis, dan mereka harus mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok. Ruang kelas harus dijadikan seperti suatu perusahan kecil dengan pengertian bahwa mereka lebih terbuka, spontanitas, dan mampu menyesuaikan diri kepada perubahan. Sedangkan, guru yang memiliki etika yang kurang baik seperti kurang memiliki rasa humor, mudah menjadi tidak sabar, menggunakan komentar-komentar yang melukai dan mengurangi rasa ego, kurang terintegrasi, cenderung bertindak agak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan peserta didik.

       Dari keterangan-keterangan tersebut telah jelas bahwa, ada dua etika seorang guru yakni etika yang baik berupa memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis dan etika yang kurang baik seperti pemarah, menggunakan komentar-komentar yang melukai perasaan peserta didik. Hal itu juga telah di pertegas oleh Piet A. Sahertian, beliau mengatakan ada dua macam perilaku yang baik dan perilaku yang kurang baik. Perilaku yang kurang baik meliputi:

a. Melamun,

b. Bermalas–malasan

b. Suka melamun menganggur

c. Sering meninggalkan tugas

d. Sering absen

e. Selalu cekcok dengan orang lain

f. Apatis terhadap tugas

g. Selalu datang terlambat.

 Sedangkan perilaku yang baik meliputi :

a. Penuh kegembiraan

b. Ketetapan hati

c. Antusiasme

d. Rasa senasib sepenanggungan

e. Ingin bekerja sama

f. Selalu mengambil inisiatif.

 Untuk itulah seorang guru sebaiknya mengetahui dan mengamalkan etika yang baik. Sebab pada dasarnya seorang guru adalah pemimpin atas dirinya dan peserta didik yang diajarkannya. Hal ini sebagaimana Hadis Rasulullah yang berbunyi sebagai berikut: ْ

Description: C:\Users\Lenovo\Pictures\Screenshots\Screenshot (44).png

Artinya: Dari Abdillah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah dalam pimpinan kamu. Seorang suami adalah pemimpin di dalam keluarganya, dan akan dimintai pertanggung jawaban dalam pimpinannya. Seorang isteri adalah pimpinan dalam rumah tangga suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban dalam pimpinannya itu. ( HR. bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar ).

        Dari penjelasan Hadis tersebut tergambar bahwa seorang guru adalah pemimpin baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik yang dididiknya. Olehnya itu seorang guru harus mempunyai etika yang baik. Dalam Islam seorang guru haruslah menjadi seorang yang tidak suka marah (Pemaaf) dan haruslah menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS. Al-A’raaf (7): 199, yang berbunyi:

 

Description: C:\Users\Lenovo\Pictures\Screenshots\Screenshot (45).png

Terjemahnya: Jadilah engkau pema`af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.

Oleh sebab itu seorang guru haruslah menjadi seorang pema’af dan jika menyuruh kepada peserta didik haruslah yang ma’ruf seperti menyuruh untuk bersabar dan untuk berkasih sayang. Menyayangi sesama teman, makhluk Allah lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, menghormati guru dan orang tua, menyayangi sanak famili, keluarga dan handai toulan. Hal ini telah dianjurkan oleh Allah dalam firmannya QS. Al-Balad (90): 117, yang berbunyi sebagai berikut:

Description: C:\Users\Lenovo\Pictures\Screenshots\Screenshot (45).png

Terjemahnya: Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.

       Dari keterangan-keterangan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa etika seorang guru terhadap peserta didik adalah tidak mudah marah (menjadi guru yang suka memberi maaf terhadap peserta didik), memberi pesan yang ma’ruf (berpesan untuk bersabar dan berkasih sayang), memberi contoh yang baik (seperti penuh kegembiraan, bekerja sama dan antusiasme), bersikap adil (tidak membedakan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya) dan memiliki rasa humor serta menjunjung tinggi demokratis.

  

 

 

Adapun  hadis tematik tentang etika pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut:

   1.  Guru harus memiliki pemahaman

         Hadis Abu Mas’ud Riwayat Muslim

عنْ اَبِى مَسْعُوْدٍ اْلاَنْصَارِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ. فَاِنْ كَانُوْا فِى اْلقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ. فَاِنْ كَانُوْا فِى السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً. فَاِنْ كَانُوْا فِى اْلهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا. وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِى سُلْطَانِهِ. وَلاَ يَقْعُدْ فِى بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ اِلاَّ بِإِذْنِهِ. مسلم

Artinya : Dari Abu Mas'ud Al-Anshariy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Yang mengimami suatu kaum itu hendaklah orang yang lebih pandai (faham) tentang kitab Allah diantara mereka. Apabila mereka itu di dalam kefahamannya sama, maka yang lebih mengetahui diantara mereka tentang sunnah. Jika mereka itu sama dalam pengetahuannya tentang sunnah, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka itu sama dalam hal hijrahnya, maka yang lebih dahulu diantara mereka masuk Islam. Dan janganlah seseorang mengimami orang lain di dalam kekuasaannya. Dan janganlah ia duduk di tempat kehormatannya yang berada di dalam rumahnya kecuali dengan idzinnya". [HR. Muslim juz 1, hal. 465]

Al-Ghazali menyatakan sebagaimana yang dikutip Abudin Nata bahwa guru yang diberi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal Ia dapat memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia menjadi contoh dan teladsan bagi para muridnya serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar dan mengarahkan anak muridnya dengan baik dan sesuai target yang diharapkan.

Seorang pendidik  harus menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai orang yang beragama atau sebagai mukmin. Selain itu ia juga harus bersikap zuhud dan Qona’ah. Oleh sebab itu, bagi seorang guru harus memilki etika dan persyaratan yang sesuai dengan tingkatan lapisan orang yang menuntut ilmu tersebut. 

 

 

2.  Guru harus professional

Hadis Abu Hurairah riwayat Bukhori, tentang jika suatu urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya; ( al-Kirmăny II, 4-6).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ القَوْمَ، جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ، فَقَالَ بَعْضُ القَوْمِ: سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ لَمْ يَسْمَعْ، حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ: «أَيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ» قَالَ: هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: «إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

Artinya :

Dari Abu Hurairah berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: "Kapan datangnya hari kiamat?" Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata; "beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu, " dan ada pula sebagian yang mengatakan; "bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang itu berkata: "saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat.

 

عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِذَاضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِالسَّاعَةَ,كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَاْلأَمْرُ إِلىَ غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِالسَّا عَةَ. (اَخْرَجَهُ الْبُخَا رِيُّ فِيْ كِتَابِ الرِقَاقْ)          

 

                                                                 

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya:”Bagaimanakah menyia-nyiakannya, hai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya (HR. Imam Bukhari).

Menurut ibn jama’ah aspek ideal seorang guru adalah tidak menghilangkan aspek-aspek yang lain yang dapat membantunya untuk melaksanakan kewajiban mengajar. Pokoknya proses mengajar tidak akan terlaksana apabila keahliannya belum sempurna. Dengan demikian , guru harus berusaha untuk meningkatkan keahliannya. Guru hendaknya tidak menyia-nyiakan  usianya untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan ilmu kecuali untuk hal yang penting.  Terhadap aspek aturan ideal realistis yang mengarah pada guru,ibn jama’ah memberikan tambahan bahwa seorang guru bersama murid-muridnya berusaha untuk sampai kepada hakikat.

Sehubung dengan hal diatas, kewajiban guru secara integral adalah mengarah dan menganalisis. Dalam pandangan ibn jama’ah seorang guru tidak boleh meniggalkan penelitian, tidak memahami tujuan untuk dicapai. Menurutnya juga, guru adalah orang yang aktivitasnya telah dimaklumi bahkan seluruh aspek kehidupannya tertuju kepada ilmu dan penyebarannya serta bermanfaat bagi diri dan murid-muridnya.

3. Guru harus bersifat kasih kepada anak didik

Al-Quran surah ‘Ali ‘Imrăn ( 003) : 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ القَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُتَوَكِّلِينَ

Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لأشج عبد القيس[ إن فيك خصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة ] رواه مسلم:

Artinya: Dari Ibnu Abbas RA berkata, Rasulallah Saw bersabda kepada ‘’Abdul Qais yang  terluka: “sesungguhnya didalam dirimu ada dua sifat yang disukai oleh Allah yaitu: santun dan sabar”. (HR Muslim)

Dalam kaitan ini Al-Ghazali menilai bahwa seorang guru dibandingkan dengan orang tua anak, maka guru lebih utama dari orang tua tersebut. Menurutnya orang tua berperan sebagai penyebab adanya si anak di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi penyebab bagi keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :[19]

“sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”

Dalam hal ini guru berkewajiban mencegah muridnya dari akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin. Seorang guru ketika memberikan pengajaran hendaknya memakai cara-cara yang lembut dan halus agar apa-apa yang disampaikannya dapat diserap dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk itu Al-Ghazali menyerukan agar menempuh cara m,engajar yang benar, seperti cara mengulang bukan menjelaskan, kasih sayang bukan merendahkan, karena menjelaskan akan menyebabkan tersumbatnya potensi anak dan menyebabkan timbulnya rasa bosan dan mendorong hapalannya. Dengan demikian mengajar  memerlukan keahlian yang khusus.

4.  Guru Harus  Berbicara Jelas dan Sesuai Kadarnya

Hadis Anas Riwayat Bukhori.

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَعَادَهَا ثَلَاثًا حَتَّى تُفْهَمَ عَنْهُ وَإِذَا أَتَى عَلَى قَوْمٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ سَلَّمَ عَلَيْهِمْ ثَلَاثًا

Artinya :

Dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila berbicara diulangnya tiga kali hingga dapat dipahami dan bila mendatangi kaum, Beliau memberi salam tiga kali.

Dalam hal ini Al-Ghazali melihat kebiasaan dari sebagian guru fiqih yang menjelekan guru bahasa dan sebaliknya, sebagian ulama kalam memusuhi ulama fiqih demikian seterusnya sehingga sikap saling menghina dan mencela guru lain di depan anak-anak merupakan bagian yang harus dihindari dan di jauhi oleh seorang guru. Selain itu guru juga dalam melaksanakan proses belajar mengajar hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan dan pentahapan psikologi dan jiwanya. Hal ini agar ketika menyampaikan materi pelajaran, anak tidak merasa tidak terlalu berat dan terbebani. Ibnu masud sebagai mana diriwayatkan Muslim dalam bukunya said hawwa “tidaklah seseorang bicara dalam suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak mampu dijangkau oleh akal mereka melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka”.

    5. Guru Tidak Boleh Mempersulit Anak Didik. 

     Hadis Abu Burdah dari ayahnya, riwayat Bukhori tentang larangan mempersulit peserta didik; ( al-Kirmăny XVI: 170).

عَنْ أَنَسٍ اِبْنِ مَالِكٍ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلَا تَنَفَّرُوْا وَكَانَ يُحِبُّ الْتَخْفِيْفِ وَالتَّيْسِرِ عَلَى النَّاسِ  (رواه البخارى)

Artinya : Dari Anas bin Malik R.A. dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda : Permudahkanlah dan jangan kamu persulit, dan bergembiralah dan jangan bercerai berai, dan beliau suka pada yang ringan dan memudahkan manusia (H.R Bukhori)

Nilai tarbawi:[20]

a.       Hendaknya seorang pendidik mengajarkan kepada anak didiknya dengan sesuatu yang mudah dimengerti dan dicena oleh anak didik

b.      Jangan mengajarkan yang sulit-sulit

c.       Hendaknya seorang pendidik ketika mengajar tidak boleh laku, sesuaikan dengan kondisi anak perlu ada humor

d.      Berilah kasih sayang agar anak / peserta didik selalu dekat dengan guru

e.       Hendaknya ketika guru mengalami kesulitan seringlah berdiskusi

   Motivasi sebagai suatu proses, mengantarkan murid kepada pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar. Sebagai proses, motivasi mempunyai fungsi antara lain:

a.       Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap beminat dan siaga.

b.      Memusatkan perhatian anak pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar.

c.       Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.

 

6.   Pendidik Harus Memberikan Hak Didiknya Secara Adil

 

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ يُعْطِيْ كُلَّ جُلُسَائِلِهِ بِنَصِبِهِ لَا يَحْسَبُ جَلِيْسُهُ أَنَّ اَحَدًا أَكْرَمُ عَلَيْهِ مِنْهُ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ)

Artinya : Dari Ali R.A ia berkata : “Rasulullah SAW selalu memberikan kepada setiap orang yang hadir dihadapan beliau, hak-hak mereka (secara adil), sehingga diantara mereka tidak ada yang merasa paling diistimewakan.” (H.R Tirmidzi)

Sebagai guru harus memberlakukan seluruh peserta didik dengan adil tidak ada perbedaan diantaranya.

7.   Pendidik Harus Ikhlas Dalam Menghadapi Keadaan Peserta Didik

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda :

 عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنيَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم

“Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. (HR. Muslim)

 

2. Etika seorang anak didik (Siswa)

            Peserta didik adalah orang yang dengan sengaja pergi ke sekolah (lembaga pendididkan) untuk menuntut ilmu pengetahuan. Orang tualah yang memasukan dan menganjurkannya untuk dididik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dikemudian hari. Kepercayaan orang tua peserta didik diterima oleh guru dan peserta didik diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan serta tanggung jawab yang besar. Maka terjadilah guru sebagai pengemban tanggung jawab tersebut. Dari hal tersebut terjadilah interaksi antara guru dan peserta didik yang sering disebut dengan proses belajar mengajar. Tanggung jawab guru tersebut tidak hanya terhadap seorang peserta didik, melainkan dalam jumlah yang cukup banyak dari latar belakang kehidupan sosial keluarga yang berlainan. Karenanya, terdapat karakteristik dan etika yang bermacam-macam. Namun dalam pembahasan berikut penulis akan memaparkan etika sebagai peserta didik secara umum.

             Menurut Kurt Singer dalam bukunya yang berjudul Membina Hasrat Belajar Disekolah adalah sebagai berikut: Ilmu pengetahuan ini juga meneliti faktor guru dengan konflik–konflik psikisnya. Apakah yang dirasakan guru tersebut jika ia dengan roman yang dingin, dengan pandangan yang mengejek, dengan senyuman yang penuh dengan penghinaan, atau dengan gerakan tangan yang menyatakan bahwa hal ini tidak ada artinya.16 Dari keterangan tersebut tergambar bahwa etika peserta didik dengan muka yang dingin, pandangan yang mengejek serta dengan senyuman yang mengandung penghinaan tersebut merupakan etika peserta didik yang kurang baik. Hal ini dapat mempengaruhi kesenjangan dan ketidak akraban antara peserta didik dan guru sehingga akan menimbulkan proses belajar mengajar terganggu yang pada akhirnya hasil yang didapat kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena apabila seorang peserta didik tidak menyukai seorang guru maka secara otomatis materi pelajaran yang dibawakan guru tersebut juga tidak disukainya yang berbuntut peserta didik tersebut enggan untuk mempelajari mata pelajaran tersebut atau sukar dididik, selalu membantah terhadap guru dan selalu melakukan hal-hal yang kurang baik. Fenomena tersebut sering terjadi dan sering dibicarakan dalam rapat guru-guru, dalam pembicaraan antara guru dan orang tua peserta didik dapat dilihat di majalah-majalah. Sebagaimana ungkapan berikut ini : Masalah murid-murid yang sukar dididik telah sering dibicarakan dalam rapat guru, dalam pembicaraan antara guru dan orang tua murid, di majalah-majalah dan surat kabar, dan dalam rapat serta pertemuan bertemakan paedagogik. Murid-murid yang sukar dididik ini membawa berbagai masalah bagi guru; oleh karena itu di perlukan masukan-masukan untuk merumuskan suatu cara penanganan atau untuk menjauhkan mereka.

            Masalah peserta didik yang sukar untuk dididik ini akan berdampak negatif baik bagi peserta didik yang bersangkutan maupun bagi guru yang mendidiknya bahkan bagi orang tua dan sekolah. Untuk itu dalam Islam dijelaskan bahwa bagi seorang peserta didik dilarang untuk durhaka dalam arti bahwa seorang peserta didik dilarang untuk membangkang, apalagi mencemooh dan meremehkan seorang guru. Sebab durhaka sangat dibenci oleh Allah sebagaimana firmannya dalam QS. Al-Infithaar (82): 14 yang berbunyi sebagai berikut:

 

     Description: C:\Users\Lenovo\Pictures\Screenshots\Screenshot (59).png

Terjemahnya: dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam   neraka.

Selain tidak durhaka kepada guru, maka etika yang baik adalah selalu memegang dan mengamalkan amanat-amanat yang baik yang disampaikan oleh seorang guru. Hal ini juga dianjurkan oleh Allah yang tercantum dalam firmannya QS. Al-Anfaal (8): 27, yang bebunyi sebagai berikut:

Description: C:\Users\Lenovo\Pictures\Screenshots\Screenshot (59).png

Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui

Dari keterangan ayat tersebut telah jelas bahwa menhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kita sama halnya dengan mengkhianati Allah dan Rasul, karena ketigatiganya sama-sama dilarang. Dari uraian-uraian yang penulis telah dipaparkan dapatlah disimpulkan bahwa etika yang kurang baik yang dilakukan oleh peserta didik yakni; bersikap dingin terhadap guru, mempunyai pandangan yang seakan-akan mengejek seorang guru, dengan senyumansenyuman yang menunjukan penghinaan serta dengan gerakan-gerakan tangan atau badan yang menyatakan bahwa hal ini tidak ada artinya dan saat guru sedang menerangkan. Sedangkan etika yang baik dan harus dikerjakan dan diamalkan oleh peserta didik yakni tidak mendurhakai seorang guru adalah pendidik dan pengajar, yang patut dihormati dan dihargai; memegang teguh amanat yang di berikan oleh seorang guru dan tidak menghianatinya.

       

 

 Etika peserta didik terhadap guru

Etika peserta didik terhadap guru – Tentunya setiap orang yang menuntut ilmu, seharusnya sebelom menuntut ilmu wajib belajar ilmu adab dulu. Karna orang yang mempunyai adab, sudah pasti mempunyai ilmu.

Hal tersebut dijelaskan oleh, Syaih Abdul Qodir Al-Jailani :

Apabila kita ingin mencari makhluk yang alim, maka Iblis lebih alim dari manusia. Tetapi Iblis dikeluarkan dari surga, karna tidak mempunyai adab kepada nabi Adam As.

Maka seharusnya, wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk menghiasi dirinya dengan akhlak, dan adab yang mulia. Selain kita dianjurkan menuntut ilmu, kita wajib menghormati orang yang mengajari ilmu yaitu guru.

Guru (Ulama) adalah satu satu pewaris nabi yang masih ada di zaman ini. Oleh karna itu, kita harus belajar adab-adab murid terhadap guru agar bisa patuh kepadanya. Karna guru adalah aspek yang besar dalam mengajarkan ilmu kepada kita.

1.  Etika Murid di dalam Kelas

Ketika pelajaran sudah dimulai maka kita harus konsentrasi dalam mendengarkan apa yang telah guru sampaikan. Agar ilmu yang kita dapatkan menjadi ilmu yang barokah.

Sebagaimana Hatim Al-Asham berkata :

“janganlah kamu melihat siapa orang yang berbicara, akan tetapi lihatlah kepada apa yang ia bicarakan”    Keterangan ini disambil dari (Al-Manhaj As-Sawiy)

Oleh sebab itu, kita wajib mendengarkan apa yang telah guru sampaikan selama kita berada di pondok pesantren. Karna 70% ilmu bisa diperoleh dengan sebab ikatan yang kuat antara murid dan guru.

 

       2. Etika Murid Ketika Berbicara

              Para ulama sudah menjelaskan tentang adab bertanya kepada guru, karna bertanya juga memilki adab di dalam agama Islam.

Ketika bertanya, maka harus disampaikan dengan cara yang penuh kelembutan, jelas, singkat dan tenang. Agar guru menjawabnya dengan penuh kasih sayang.

Sebagaimana Bakr Abu Zaid berkata :

”Pakailah cara yang baik dalam bertanya kepada guru, gunakan adab saat kamu berbicara dengan-Nya”

Keterangan tersebut diambil dalam Kitab, (Hilyah Tolibil Ilmi)

Imam Abu Hanifah berkomentar: Jika beliau duduk dihadapan Imam Malik, beliau layaknya seorang anak yang duduk di depan ayahnya.

        3.  Etika Duduk dihadapan Guru

Duduklah dengan tenang dihadapan guru, jangan bersandar, dan membentangkan kaki. Karna ini merupakan ajaran dari para salaf kita. Yang telah menjadi suri tauladan bagi setiap manusia.

Imam Syafi’i berkata :

“Aku membuka lembaran kitab dihadapan Imam Malik, dengan sangat pelan karena memuliakannya. Agar beliau tidak mendengar suara jatuhnya lembaran 

Keterangan ini diambil dari kitab (Al- Manhaj As-Sawiy).

Karena dulu para sahabat ketika duduk bersama Rasulullah. Tidak ada seorangpun yang berbicara, apalagi bercanda yang tidak ada gunanya. Hanya ingin mendapatkan barokah Rasulullah.

        

        

 

 

KESIMPULAN

 

            Agama Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting, sehingga mencari ilmu hukumnya adalah wajib. Islam juga menjanjikan derajat yang tinggi untuk orang yang berilmu. Proses belajar mengajar adalah interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan murid. Murid adalah seseorang yang bertujuan mendapatkan ilmu atau pengajaran, pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan untuk membentuk kepribadian yang lebih baik. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa guru adalah seorang pendidik yang bertanggung jawab mengarahkan dan memberdayakan potensi dasar peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah, agar menjadikan manusia dewasa yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang berakhlak mulia. Dalam menuntut ilmu seorang murid harus memahami dan memiliki etika-etika tertentu. Etika pada dasarnya berkaitan dengan dampak tindakan individu pada orang lain, etika juga serinng disebut adab kesopanan. Diantaranya etika terhdap dirinya dengan memperbaiki niat dalam menuntut ilmu. Selain etika terhadap dirinya, seorang murid harus memiliki etika terhdap gurunya dengan menghormati guru. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Al-Ghazali, Abu Hamid Muhhamad,, 1996 Ihya Ulumuddin, Tahqiq: Asy-Syahat Ath-Thahan dan Abdullah Al-Minsyawi, Cairo: Daar Al-Haram Li At-Turast.

Hawa, Said, 2004. Intisari Ihya Ulumudin Al-Gazali, Mensucikan Jiwa, Jakarta: Rabbani Press.

Nata, Abuddin, 2009. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers.

Ramayulis, 1998. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

S. Rahman, Mohamad, Etika Berkomunikasi Guru dan Peserta Didik Menurut Ajaran Agama Islam. “Jurnal Iqra Volume 3 nomor 1 (Januari-Juni 2009).

Salminawati, Etika Peserta Didik Persfektif Islam. “Jurnal Tarbiyah Volume 22 mnomor 1 (Januari-Juni 2015)

 



[1] Lesta Septia Sari, Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis Berbasis Perspektif Pendidikan Islam

, Cet. I (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2020).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOHON COMMENT NYA :)
ATAU LIKE NYA (Y) TERIMA KASIH

ILMU KALAM

  ILMU KALAM Disusun Untuk Memenuhi Matakuliah Ikmu kalam Dosen pengampu :Ismail, S,Pdi,M.Pd.I     Disusun Oleh : Nyemas u...