Islam di Indonesia




 



 MAKALAH
ISLAM DI NUSANTARA
DUSUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH SEJARAH PERADABAN ISLAM II






Dosen Pengampu: M. MA’RUF, M.Ag
Disusun Oleh:
Siti Maryam (11511096)
Azlansyah (11511006)
Sa’adah (11511090)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PONTIANAK

2015/2016


KATA PENGANTAR
Allhamdulillahhirobbil’alamin wasyukurillah segala puji syukur kepada Allah SWT.  Yang telah memberikan karunia serta berkah kepada penyusun karena telah memberikan kelancaran dan kemudahan sehingga kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan dari penyusun membuat tugas ini adalah untuk memperluas pengetahuan yang kami miliki. Adapun kendala-kendala yang kami hadapi yaitu kurangnya materi yang kami kumpulkan.
Dalam pembuatan tugas ini, walaupun dalam bentuk sederhana kami berusaha membuat sebaik-baiknya agar dapat di mengerti dan di pahami sehingga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita bersama.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan keritik  yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan. Semoga tugas ini akan membantu dalam meningkatkan pengetahuan.












DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A.    Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A.        Proses Penyebaran Islam di Nusantara ........................................................ 2
B.        Kerajaan Demak........................................................................................... 3
C.        Kerajaan Cirebon.......................................................................................... 5
D.        Kesultanan Banten....................................................................................... 7
E.         Kerajaan Pajang............................................................................................ 9
F.         Kerajaan Mataram...................................................................................... 10
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 11
A.      Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 12






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Bealakang
Dalam Literatur berjudul Islam Historis dan social Kultral. Dikatakan bahwa memahami proses transmisi keilmuan dunia Melayu-Nusantara, pada konteks perkembangan Islam merupakan suatu hal yang sangat penting, karena secara umum sejauh menyangkut dunia Islam, wilayah ini dianggap sebagaidaerah pinggiran, dan tidak termasuk ke dalam mainstream pemikiran global. Sehinga mncul adanya kecenderungan para peneliti tentang Islam untuk tidak menyertakan wilayah Melayu-Nusantara dalam berbagai diskusi mengenai Islam. Permasalahan ini disinyalir berasal dari berbagai persoalan akademis, terutama adanya pengamatan tradisi Islam yang tidak sejalan dengan sumber aslinya. Bahkan Islam di wilayah ini tidak jarang di anggap sebagai bentuk Islam yang “ tidak orisinil” atau berbeda dengan Islam di Timur Tengah sebagai pustnya.
Islam di Indonesia pada dasarnya memiliki corak yang khas. Kekhasan ini dapat dilihat dari akultuasi pengamalan ajaran agama dengan kebudayaan local. Alur transmisi Islam di Nusantara merupakan bentuk pemahaman dari rekonsilias pemikiran masyarakat Melayu-Indonesia melalui penetrasi gagasan. Hal ini merupakan bentuk mata rantai otoritas intelektual yang pada gilirannya menghasilkan intensifikasi proses Islamisasi peradaban.
Dari sisi kultural, proses adptasi ini adalah kronologis penetrasi agama dalam masyarakat. Namun di sisi lain, merupakan bentuk edukasi pembelajaran agama yang tidak dapat muncul secara revolusi atau tiba-tiba. Sehingga pembahasan ini merupakan perspektif kebudayaan local dan solusinya terhadap penyebaran agama.  





BAB I
PEMBAHASAN
A.  Proses Penyebaran Islam di Nusantara
            Dalam penyebarannya di Nusantara berjalan secara cepat dengan beberapa metode sebagai berikut:
1. Melalui Perdagangan
            Pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah ikut andil dalam jalan lalu lintas dalam pedagangan yang menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, pada abad ke-7 sampai abad ke-16 M.
            Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad ke sembilan orang-orang islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kadah (Malaka), Aceh, dan Palembang. Pada akhir abad ke-12 kekuasaan politik dan ekonomi kerajaan Sriwijaya mulai merosot karena didesak oleh kekuasaan Kertanegara dari Singasari. Dalam mendukung daerah pantai yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Menjelang berakhirnya kerajaan Hindu-Buddha abad ke-13 berdiri kerajaan kecil yang bercorak Islam yaitu Samudera Pasai. Dan setelah itu berdiri kerajaan Malaka pada abad ke-15.
            Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para bagsawan dan raja turut serta  dalam kegiatan perdaangan, bahkan mereka menjadi emilik saham dan kapal. Mengutip pendpaat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini dpesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita enyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih non muslim. Mereka berasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mllah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan kerenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. 
            Semenjak itu Aceh dan Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai dikunjungi oleh para pedangan dan dari sinilah yang akhirnya banyak yang masuk islam.
2. Melalui Perkawinan
            Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu.
            Para pedangang muslim yang datang ke Indonesia ada yang sebgaian menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampunbgan yang disebut dengan Pekojan. Dan perkawinan antara putri bangsawan dan pedagang muslimn akhirnya berlangsung.
            perkawinan dilakukan secara islam, dalam Babad Tanah Jawi, misalnya diceritakan perkawinan anatara Maulana Iskhak dan putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri, sedangkan dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan Putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati.
3. Melalui Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal yang bersifat magis. Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan Teosofi yang bercampur dengan aajaran-ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.  Ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dalam pendidikan seperti pada mistik Indonesia-Hindu Dianatara mereka ada yang mengawini putri-putri bangsawan setempat.
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada pnduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga agama baru ini mudah dimengerti dan diterima. Diaantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan ahli pikiran indnesia pra islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
4. Melalui Pendidikan
            Saluran Islamisasi dilakukan melalui pendidikan, Pendidikan dalam Islam dilakukan dalam pondok-pondok pesantren yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai dan lain-lain. Pesantren ini merupakan sebuah lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon-calon guru agama.  Setelah menenamkan pelajarannya di pesantren, murid-murid (para santri) akan kembali ke kampung halamannya. Misalnya pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri.
5. Melalui Seni Budaya
            Dalam menyebarkan agama Islam sebagai ulama dan wali menggunakan media seni yang disenangi oleh masyarakat. hal ini dilakukan pada saat perayaan hari keagamaan, seperti Maulid Nabi.
            Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir memainkan wayang memanfaatkan seni ini sebagai sarana untuk menyampaikan agama islam kepada masyarakat. Dia tidak pernah meminta upah melainkan dia hanya meminta penonton mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang dipetik dari kisah Mahabrata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat,babad, dan lain-lain), seni bangunanan dan seni ukir.
6. Melalui Dakwah
            Dalam penyebaran islam di nusantara terutama di Jawa sangat berkaitan pengaruh para wali yang kita kenal dengan sebutan wali sanga. Mereka inilah yang berperan paling besar dalam penyeberangan agama islam melalui metode dakwah.
            Masyarakat Jawa menganggap wali Sanga sebagai manusia-manusia yang tinggi ilmu agamanya dan memilki kesaktian. Seperti Sunan Kudus yang erat kaitannya dengan perebutan kekuasaan di Demak dan Sunan Giri berpengaruh dalam kekuasaan politik di Hitu.
7. Melalui Politik
            Di Maluku dan Selewesi Selatan, kabanyakan rakyat masuk Islam setelah ajaran rajanya memeluk Islam terlebi dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam didaerah ini. Di sampping itu, baik di Sumatera dan Jawa  maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu menjadi masuk Islam.



B. Kerajaan Islam di Pulau Jawa
1. Kerajaan Demak
            Kerajaan Demak adalah  kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa (Pesisir). Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari Majapahit, kemudian kekuatan baru mewarnai legitimasi dari kebesaran Majapahit.
            Salah satu peninggalan bersejarah kerajaan Demak ialah masjid Agung Demak yang menurut sejarah didirikan oleh Walisongo. Demak adalah kesultanan pertama di pulau jawa, yang didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden Patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak.
            Sementara Demak yang berada di wilayah utara pesisir Jawa muncul sebagai kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demakmerupakan pengganti langsung dari Majapahit, sementara Raja Demak (Raden Patah) dianggap sebagai putra Majapahit terakhir. Kerajaan Demak didirikan oleh kemunkinan besar seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko Po.
a. Masa Keemasan
            pada awal abad ke-16, Kerajaan Demaktelah menjadi kerajaan yang kuat di pulau Jawa, tidak satupun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukkan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di nusantara.
b. Di bawah pimpinan Pati Unus
            Demak dibawah kepemimpinan Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi  besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kenudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautna untuk menyerang Portugis di Malaka.
c. Di bawah pimpinan Trenggana
            Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dan Pajajaran serta mengahalau tentara Portugis.
Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukanm Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai. Sementara itu Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.  
d. Kemuduran
            Kejayaan Demak di tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Oenunjukannya sebagai sunan di tentang oleh adik Trenggana, yaitu pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepan terbunuh dalam penumpasan pemnerontakan. Akan tetapi pada tahun 1561 Sunan Prawoto dan keluarganya dihabisi oleh suruhan Arya Penangsang kemudian menjadi penguasan tahta Demak. Suruhan Arya juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan adipati-adipati dibawah memusuhi Arya Penangsang.
            Arya Penangsang akhirnya terbunuh dalam peprangan oleh Sutawijaya, seorang anak angkat dari Joko Tingkir. Dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang.
2. Kesultanan Cirebon
            Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam terutama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan ke-16b masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran atar pulau.
a. Perkembangan Awal
1. Masa Ki Gedeng Tapaki Gedeng Tapa (Ki Gedeng Jumajan Jati) merupakan seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati, Cirebon. Ia membangun sebuah gubuk dan sebuah tajug (jalagrahan) pada tanggal 1 syura 1358 bertepatan dengan tahun 1445 Masehi.
2. Masa Ki Gedeg Alang-Alang
Ki gedeg Alang-alang merupakan orang pertama yang di angkat sebgai Kuwu atau kepala desa Caruban. Dan Raden Walangsungsang yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang yang tak lain adalah puteri Ki Gedeg Tapa sebagai Pangraksabumi atau wakilnya.
3. Masa pangeran Cakrabuana
            Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari isterinya pertamanya bernama Subanglarang.
            Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena ia memeluk agama Islam, sementara saat itu pada abad ke-16 ajaran agama mayoritas di Pajajran adalah Sunda Wiwitan (leluhur orang sunda). Sedangkan Hindu Budha posisinya digantikan oleh adiknya Prabu surawisesa anak laki-laki prabu Siliwangi dan isterinya yang kedua Nyai Cantring Manikmayang.
b. Pendirian Kesultanan Cirebon
            Pendirian kesultanan ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan kesultanan Demak, kesultanan Cirebon didirikan pada tahun 1552 oleh panglima kesultanan Demak, kemudian yang menjdi sultan Cirebon ini wafat pada tahun 1570 dan digantikan putranya yang masih sangat muda waktu itu.
            Pada tahun 1479 M, kedudukannya digantikan oleh putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah (1448-1568) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati .
            Perkembangan dan pertubuhan yang pesat pada kesultanan Cirebon dimulai oleh Syarif Hidayatullah. Yang kemudian diyakini sebagai pendiri dinastti raja-raja.
c. Terpecahnya Kesultanan Cirebon
            kematian Panembahan Girilaya menjadi penyebab kekosongan kekuasaan. Pangeran Wangsakerta yang bertanggung jawab atas pemerintahan di Cirebon. Karena khawatir dengan keadaan kedua kakaknya dia memutuskan untuk pergi ke Banten dan meminta bantuan Sultan Ageng Tirtayasa anak dari pangeran Abu Maali yang tewas dalam perang Pagarage. Panembahan Giriliya memiliki tiga putera yaitu pangeran Murtawijaya, Kartawijaya, Wangsakerta. Pada penobatan ketiganya di tahun 1677, kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga. Dan dipimpin oileh ketiga anak dari Panembahan, yakni :
1. Pangeran Wartawijaya atau sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi Makarimi Muhammad Samsudin (1677-1703).
2. pangeran Kartawijaya atau sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Baharudin (1677-1723)
3. Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar pangeran Abdul Kamil.
3. Kesultanan Banten
            Kesultanan Banten merupakan kerajaan Islam yang pernah berdiri di propinsi Bnaten, berawal sekitar tahun 1526, ketika kerajaan Demak memperluas pengaruhnya.
            Maulana Hasanudin putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebu. Setelah penaklukan tersebut Maulana Hasanudin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan.
            Selama tiga abad kesultanan Banten dapat bertahan dalam masa kejayaan dan dalam waktu bersamaan penjajah eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara dan persaingan  dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan. Kesultanan Banten akhirnya runtuh pada tahin 1813 setelah sebelumnya Istana Surowosan ebagai simbol kekuasaan di kota intan di hancurkan.
a. Perang saudara
            Sekitar tahun 1680 muncullah perselisihan dalam kesultanan Banten akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya sendiri Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh VOC (vereenigde Oostindische Compagnie) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji sehingga perang saudara tidak dapat terbendung.
            Setelah itu Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga ,engirim dua utusan kepada Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Dalam perang ini sultan Agung terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan Tirtayasa, dan pada tanggal 28 desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh sultan Haji bersama VOC.
b. Penurunan
            Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji haruslah dbayar dengan memberikan hadiah kepada VOC diantaranya pada 12 maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada de Saint Martin, Adminal kapal VOC di Batavia yanmg sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684,Sultan Haji juga harus mengganti kerugian akiba perang tersebur.
            Pada tahun 1687 Voc meninggalkan Sultan Haji, namun hal ini tidak membuat Banten terlepas darinya, VOC mulai mencengkram kesultanan Banten sehinga hal ini menyulitkan pengangkatan sultan-sultan Banten. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat sebagai pengganti Sultan Haji, namun  hanya berkuasa sekitar tiga tahun. Dan digantikan oleh adiknya Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
c. Penghapusan kesultanan
            Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jendral Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan jalan Raya Posuntuk mempertahankan pulau Jawa dari Serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer, Sultan menolak hal ini dan menyebabkan Deandels melakukan serangan kepada istana Surosowan. Dan kemudian dipenjarakan di banten Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq  Zainulmutaqin diasingkan ke Batavia tanggal 22 November 1808.
            Kesultanan Banten resmi dihapus tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Dan pada tahun itu, Sulan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.
d. Pemerintahan
            Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasaannya menggunakan gelar sultan, smentara dalam lingkaran istana terdapat gelar pangeran ratu. Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan terdapat seseorang dengan gelar mangkubumi, kadi, patih serta syahbandar yang memiliki peran dalam administrasi pemerintahan.
            Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Dikawasan tersebut dulunya dibangn pasar, alun-alun dan istana surosowan. Berdasarkan sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara masjid Agung Banten dan Ci Banten yang dikenal dengan nama kapalembangan.  
            Kesultanan Banten telah menerapkan  cukai atas kapal-kapal yang singgah ke banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada dikawasan yang dinamakan Pabean.

4. Kesultanan Pajang
            Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keratin, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
a.       Asal usul Kerajaan Pajang
            Sesunguhnya nama negeri Pajang telahj dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, ada seorang adik perempuan Hayam Wuruk (raja majapahit saat itu) menjabat sebagai pengiuasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang atau disingkat Bhre Pajang. Nama aslinya adalah Dyah Nertajaya yang merupakan ibu dari Wikramawardhana, raja majapahit selanjutnya.
            Dalam naskah-naskah babad, negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita rakyat yang sudah melegenda menyebut Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan  dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.
b.      Perkembangan
Pada awal berdirinya tahun 1549, wilayah Pajang hanya meliputi sebagai Jawa Tengah saja, karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Trenggana.
Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atasnegeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik Panji Wiryakrama dari Surabaya dinikahkan dengan puteri Hadiwijaya.
Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya.


c.       Keruntuhan
Sepulang dari perang Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaningan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeramn Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik tahta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Pada tahun 1586 pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, namun pangeran Benawa tetap mengaapanya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataran dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja yang ketiga.
Pemerintahan raja Benawa berakhir pada tahun 1587. Tidak ada putera mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai bawahan Mataram. Yang menjadi bupati disana ialah Pangeran Cagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, dimana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.
5. Kesultanan Mataram
           Kesultanan mataram adalah kerajaan islam di pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke 17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal usulnya  adalah suatu kadipaten di bawah Kesultanan Pajang berpusat di “Bumi Mentaok” yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya putera dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menjatuhkan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Mataram merupakan negeri berbasis agraris atau pertanian dan relative lemah secara maritime. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga dini, seperti kampong Mataramdi Batavia Jakarta.
a.       Masa Awal
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut Pajang sepeninggalan Hadiwijaya dengan gelar Panembahan senopati. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur kota Yogyakarta. Dan selatan Bandar Utara Adisucipto sekarang. Setelah ia meninggal (dimakamkan di kota gede)   kekuasaan diteruskan  putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan seda krapyak atau Panembahan seda krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) krapyak.
b.Terpecahnya Mataram
Amangkurat 1 memindahkan lokasi keratin ke Pleret (1647) tidak jauh dari Karta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan “sunan”. Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum 1677 ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Setelah ia wafat digantikan oleh Amangkurat II, pada masanya kraton dipindahkan lagi ke Kartasura 1680.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III 1703-1708, Pakubuana I 1704-1719, amangkurat IV 1719-1726, Pakubuwana II 1726-1749.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan kesunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam perjanjian Giyanti. Berakhirlah era Mataram sebagai masyarakat jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan kesunanan Surakarta adalah “ahli waris” dari Kesultanan Mataram.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Semenjak datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 M ke pulau subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi  yang masih menganut Hindu-Budha. Satu contoh untuk, memutuskan jalur  pelayaran kaum muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511,Portugis menjalin kerja sama dengan kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah Pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa  bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat kaum muslimin Nusantara. Sejarah telah mencatat jutaan syuhada. Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. British dan Portugis di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga prlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus ragin), Peran Jawa (Diponegoro), Perang Paderi (Imam Bonjol) dan Perang Aceh (Teungku Umar).









DAFTAR PUSTAKA
Ma’ruf dan Tisna Nugraha, Sejarah Peradaban Islam II,STAIN Pontianak Press, Pontianak, 2013.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,  PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2008.
Erwin Mahruz, Sejarah Pendidikan Islam, Pontianak, STAIN Press, 2013









ILMU KALAM

  ILMU KALAM Disusun Untuk Memenuhi Matakuliah Ikmu kalam Dosen pengampu :Ismail, S,Pdi,M.Pd.I     Disusun Oleh : Nyemas u...