Takhrij al-Hadis
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas persentasi pada mata kuliah Studi Hadist Berbasis Perspektif Pendidikan Islam yang diampu oleh Dr. Nur Hidayat. M. Ag.
Oleh :
Azlansyah
19204082011
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020
Latar Belakang
Hadis adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kedudukan Hadis sebagai sumber hukum kedua mempunyai fungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Perbedaan paling mencolok antara ilmu Qur’an dan ilmu Hadis terletak pada metode-metode dalam memahami kedua sumber hukum tersebut. Hadis, salahsatu ilmu yang dikaji menyangkut sanad dan matan. Dua hal pokok, yakni sanad dan matan melahirkan ilmu tersendiri salahsatunya. matan melahirkan ilmu Ghoribul hadis, ilmu ma’nil Hadis, ilmu muskil hadis. Sedangkan sanad dengan ilmu sanad hadis, ilmu rijalul hadis, ilmu jarh wa ta’dil, dan takhrijul hadis. Pada tulisan kali ini penulis mengkhususkan pembahasan hadis mengenai ilmu takhrijul hadis.
A. Definisi Tarkhrij Hadis
1. Takhrij secara bahasa
Dari segi bahasa, kata ilmu takhrij al-hadis terdiri dari tiga kata kunci, yakni ilmu,takhrij,dan hadis. Kata “ilmu” sendiri, menurut kamus diartikan sebgai pengetahuan tentang sesuatu secara runtut. Sedangkan dalam kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) online, ilmu diartikan dengan pengetahuan-pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara tersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Takhrij
secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata
kerja "خرّج, يخرّج, تخريجا". Dalam kamus al-Munjid fi
al-Lughah disebutkan, takhrij adalah: "menjadikan sesuatu keluar dari
sesuatu tempat; atau menjelaskan suatu masalah[1]”.
Sedangkan menurut pengertian terminologis, takhrij berarti;
التخريج هو الدلالة على موضع الحديث في مصادره الأصلية التي أخرجته بسنده. ثم بيان مرتبته عند الحاجة المراد بالدلالة على موضع الحديث
"Menunjukkan
letak Hadits dari sumber-sumber aslinya (sumber primer), untuk kemudian
diterangkan rangkaian sanadnya, dan dinilai derajat haditsnya jika diperlukan.[2]
Jadi, ada dua hal yang dikaji dalam takhrij hadits. Pertama, menunjukkan letak
hadits dalam kitab-kitab primer hadits. Kedua, menilai derajat hadits tersebut
jika diperlukan.
2. Takhrij secara Istilah
Sedangkan secara istilah, yakni: “Menunjukkan letak Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits itu bila perlu. Menunjukkan letak Hadits suatu Hadits berarti menunjukkan sumber-sumber dalam Hadits itu diriwayatkan, misalnya pernyataan أخرجه البخاري في صحيحه (Al-Bukhori mengeluarkan Hadits dari kitab sahihnya)”.[3]
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.[4]
Takhrij, menurut istilah hadis, mempunyai pengertian:
a. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan periwayatnya dengan sanad lengkap serta dengan penyebutan metode yang mereka tempuh. Ini seperti al-Bukhari yang menghimpun kitab hadis Sahih al-Bukhari.[5]
b. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis atau berbagai hadis yang telah susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri atau para gurunya atau temanya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatnya dari punyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan. Kegiatan ini dilakukan oleh Imam al-Baihaqi yang banyakmengembil hadis dari kitab al-Sunan karya Abu al-Hasan al-Bisri al-Safar, lalu Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.[6]
c. Menunjukkan asal-usul hadis dann mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun mukharrij-nya langsung. Kegiatan takhrij ini seperti Ibn Hajar al-‘Asqalani yang menyusun kitab Bulug al-Maram.[7]
d. Mengemukakan hadis berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatan dan sanadnya serta penejelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas hadisnya. Pengertian al-takhrij semacam ini seperti Zain al-Din ‘Abd al-Rahman ibn al-Husain al-‘Iraqi yang melakukan takhrij terhadap hadis yang dimuat dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al- Din karya al-Gazali, dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-Ihya.[8]
e. Mengemukakan letak asal suatu hadis dari sumbernya yang asli, yakni berbagai sumber kitab hadis dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk kemudian dilakukan penelitian terhadap kualitas hadis yang bersangkutan. Pengertian takhrij yang tercakup di sini seperti kegiatan penelitian terhadap satu hadis tertentu atau satu tema tertentu ataupun dalam kitab tertentu. Dengan demikian, pengertian takhrij ini paling tepat dan sesuai dalam kaitanya dengan penelitian hadis untuk konteks saat ini.[9]
Dengan demikian perngertian takhrij yang dimaksud dalam buku ini adalah pengertian takhrij al-hadis yang kelima, yaitu penelusuran atau pencarian hadis dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matn serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya. Dengan kata lain adalah menunjukkan sumber hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis tersebut.
B. Kegunaan Takhrij Hadis
Bagi orang awam mencari hadis tidaklah mudah bahkan cukup sulit dan melelahkan. Kesulitan ini makin bertambah bagi orang tidak menguasai bahasa Arab, hanya membaca hadis dari terjemah berbahasa Indonesia ,Inggris atau yang lainnya. Misalnya kita mencari hadis tentang amal jariyah. Dia tidak hafal persis redaksi hadis tersebut dalam bahasa Arab. Ia hanya mengandalkan otaknya atau kira-kira hadis tersebut “amal jariyah”
Pertanyaannya bagaimana cara mencari hadis ini dalam tumpukan kitab-kitab hadis yang berjilid-jilid itu? Perlu dicatat, hadis itu bukanlah seperti Al-Qur’an yang cukup dihimpun hanya dalam satu jilid buku setebal 500-an halaman , tetapi hadis berbeda karena ia tidak terhimpun dalam satu kitab. Bahkan ada puluhan bahkan puluhan dan masing-masing judul itu bentuknya berjilid-jilid, lebih dari satu, yang jika ditotal maka jumlah halamanynya bisa ribuan bahkan puluhan ribu. Jika menggunakan Sembilan kitab primer saja ( Sahih bukhari, Sahih Muslim, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Al-Nasai, Sunan Abi Dawud, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bi Hambal, Muwwatta’ Malik, Sunan al- Darimi), masing-masing kitab ini lebih dari satu jilid , belum tentu ketemu . belum lagi kitab-kitab lain seperti al-Mustadrak al-Hakim, Sahih Ibnu Khuzaimah, Mu’jam al Tabrani, dan lain sebagainya.[10]
Dengan demikian , mencari satu hadis dalam tumpukan kitab-kitab itu akan terasa sangat melelahkan. Maka supaya kita memudahkan sesatu yang sulit ini dan sangat melelhkan diperlukan ilmu takhrij al-hadis. Dengan menguasai ilmu takhrij al-hadis rasa sangat melelahkan itu akan menjadi mudah dan tidak kebingungan, dalam mencari hadis yang begitu banyak. Maka makalah ini akan memberi tahu secara bertahap-tahap.
C. Metode Tarkhrij Hadis
Secara garis besar ada dua cara melakukan takhrij al-hadis, ada yang menggunkan secara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij al-hadis dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus. Kedua, takhrij al-hadis dengan menggunakan perangkat laptop, komputer, CD-ROM, dan aplikasi android atau yang seperti itu. Penulis akan menjelaskan cara melakukan takhrij al-hadis dengan cara konvensional terlebih dahulu, setelah itu baru dijelaskan cara melakukan takhrij al-hadis di Era Modern dengan menggunakan Komputer atau Handphone.
1. Metode Konvensional
Ada lima metode yang digunakan dalam kegiatan takhrij al-hadis secara konvensional. Metode ini hanya dapat digunakan oleh orang-orang yang menguasai pembahasan atau satu dari beberapa pembahasan hadis, atau oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang luas. Dan karena setiap orang belum tentu menguasai pembahasan setiap hadis, terutama terhadap hadis yang belum jelas pembahasanya. Peneliti harus menempuh metode tahkrij ini dan ini adalah metode dasar, pun sangat mudah.[11] Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, meski tujuan akhir takhrij al-hadis hadis tetaplah sama. Adapun lima metode takhrij al-hadis tersebut ialah:
a. Dengan mengetahui rawi hadis yang pertama, yakni sahabat apabila hadis tersebut muttasil dan tabi’in apabila hadis tersebut mursal.[12]
Dengan mengetahui nama rawi pertama atau sanad terakhir dari suatu hadis , lafadz matn secara lengkap disertai sanadnya dapat diketahui melalui penelusuran dari kitab-kitab Atraf, kitab-kitab Musnad dan kitab-kitab Mu’jam. Kitab-kitab tersebut memuat nama sahabat tertentu dengan menyebutkan semua hadis yang diriwayatkan ataupun nama tabi’in tertentu serta hadis-hadis yang diriwayatkan.
Ada beberapa kitab rujukan yang menggunakan metode ini:
1) Kitab-kitab musnad adalah kitab yang disusun pengarangnya berdasar nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Diantara kitab-kitab musnad ialah: a) Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kitab ini terdiri dari 40.000 hadis dan memuat 904 sahabat, b) Musnad Abi Bakr ‘Abd Allah ibn al-Zubair al-Humaidi. Kitab ini berisi 13.000 hadis dan memuat 180 sahabat, c) Musnad Abi Dawud Sulaiman ibn Dawut al-Tayalisi, d) Musnad Asad bin Musa al-Umawi, e) Musnad Yahya ibn ‘Abd al-Humaid al-Humami, d) Musnad Abi Khaisamah Zuhair bin Harb. Dsb….
2) Kitab-kitab Mu’jam adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, guru-gurunya, negaranya atau yang lainnya berdasarkan urutan alfabetis. Di antara kitab mu’jam yang disusun berdasarkan nama sahabat ialah: a)Al-Mu’jam al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabrani, b) Al Mu’jam al-Ausat karya Abual-Qasim Sulaiman ibn Ahmad at-Tabrani, c) Al-Mu’jam al-Sagir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabrani, dsb..
3) Kitab-kitab Atraf, kitab di dalamnya disebut sebagian saja dari suatu lafadz hadis dan diisyaratkan kelanjutannya dan diterangkan sanadnya baik seluruhnya atau sebagian besar. Urutan di dasarkan nama sahabat berdasarkan urutan alfabetis. Di antara kitab-kitab Atraf yang masyhur ialah: a) Atraf al-Sahihain karya Abu Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqi, b) Atraf al-Mahrah bi Atraf al-‘Asyrah karya Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al ‘Aqalani, c) Zakha ‘ir al- Mawaris fi al-Dilalah ‘ala Mawadi ‘al-Hadis karya ‘Abd al-Gani al-Nabilisi, dsb..
Kelebihan metode ini adalah dapat mengetahui semua hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu dengan sanad dan matn-nya secara lengkap dan ditemuksn bsnysk jslsn perawinya serta mudah menghafal yang diriwayatkan sahabat tertentu. Sedangkan kekurangannya adalah waktu yang relative lama menemukan sahabat tertentu dengan hadisnya, kemudian relative lama untuk menemukan hadis tertentu dari seorang sahabat, dan bervariasi kualitas hadis terkumpul karena tanpa penyeleksian sehingga ada hadis sahih, hasan, dan da’if.
b. Dengan mengetahui lafadz awal suatu hadis.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan adalah:
1) Kitab-kitab yang memuat hadis-hadis yang masyur di masyarakat, antara lain: a) Al-Tazkirah fi al-Hadis al-Musytahirah karya Badr al-Din Muhammad ibn ‘Abd Allah al-Zakarsyi, b) Al-Maqasid al-Hasanah fi bayan Kasir min al-hadis al-Musytahirah ‘ala al-Alsinah karya al-Sakhawi, c) Al- Durar al-Muntasirah fi al-Ahadis al-Musytahirah karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuti, dsb..
2) Kitab-kitab yang disusun berdasarkan alfabetis, antara lain: a) Al-Jami’ al-Sagir min Hadis al-Basyir al-Nazir karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman ibn Abi Bakr al-Suyuti, b) Al-Jami’ al-Kabir karya al-Suyuti, c) Al-Fath al-Kabir fi Damm al-Ziyayadah ila al-Jami’ al-Sagir karya Yusuf al-Nabhani.
3) Kamus yang disusun pengarangnya untuk kitab tertentu, diantaranya: a) Untuk Sahih Bukhari, yaitu Hady al-Bary ila Tartib Ahadis al-Bukhari, b) Untuk Sahih Muslim, yaitu Mu’jam al-Alfaraz wa la Siyyama al-Garib minha, c) Untuk Sahihain, yaitu Miftah al-Sahihain, d) Untuk Muwata’, yaitu Miftah al-Muwwatta’, dsb..
Kelebihan menggunakan metode ini kita mengetahui satu lafadz awal matn, hadis tersebut dapat ditelusuri sumber asli, sanad dan matn-nya secara lengkap. Sedangkan kekurangannya adalah peneliti hadis masih harus bekerja keras karena tidak dicantumkan nomor bab ataupun halaman dari hadis tersebut pada kitab tertentu.
c. Dengan mengetahui sebagian lafadz hadis, baik di awal, tengah maupun akhir matannya.
Kitab referensi yang paling representif untuk metode ini yaitu kitab karya Arnold John Wensinck dengan judul al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi, dengan penerjemah Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi. Kitab ini merupakan kitab kamus dari 9 kitab hadis, yakni Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawwud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’I, Sunan Ibn Majjah, Sunan al-Darimi, al-Muwwatta’ Imam Malik, dan Musnad Ahmad ibn Hambal.
Untuk Musnad Ahmad (هم) hanya disebut juz serta halamannya; sahih muslim(م) dan al-Muwwatta’ (ط) nama bab dan nomor urut hadis, sedangkan Sahih al-Bukhari (خ), Sunan Abi Dawwud(د), sunan al-Tirmizi(ت), sunan al-Nasa’I (ن) serta Sunan ibn Majah (جه), sunan al-Dirimi(ي) disebutkan nama bab serta nomor.
Kelebihan metode ini adalah menggunakan sebagaian lafadz saja, hadis dapat ditelusuri sumber aslinya dengan cepat. Kemudian metode ini juga memudahkan untuk mencari hadis-hadis dengan sumbernya dalam matn yang sama atau hampir sama.
Adapun kekuranganya yaitu harus mengetahui kata asal dari lafadz yang diketahui hanya memuat kitab hadis 9 saja sehingga bila lafadz hadis yang disebutkan tidak diambilkan dari kitab 9 itu, maka tidak akan ditemukan; tidak bisa dipergunakan metode inibila lafadz yang diketahui berupa huruf, ism damir, nama orang, atau kata kerja yang sering dipergunakan ; serta metode ini tidak secara langsung menunjukkan rawi awal hadis yang dimaksud.
d. Dengan mengetahui tema hadis termasuk dalam tema tertentu, memungkinkan seseorang menelusuri sumbernya yang asli, yakni kitab yang disusun berdasarkan bab-bab atau masalah-masalah tertentu.
Kitab-kitab yang perlukan:
1) Kitab-kitab Jawami’ seperti:
a) Al-Jami’ al-Sahih, karya Abu ‘AbdAllah Muhamad ibn Isma’il al-Bukhari.
b) Al-Jami’ bain al-Sahihain, karya Isma’il ibn Ahmad
c) Al-Jami’ al-Sahih, karya Imam Muslim.
d) Al-Jami’ bain al-Sahihain, karya Muhammad ibn Abi Nasr al-Humaidi.
1) Kitab-kitab Mustakhraj, seperti:
(a) Mustakhraj Sahih al-Bukhari, karya al-Gitrifi
(b) Mustakhraj Sahih Muslim, karya Abu awanah al-Isfirayini
(c) Mustakhraj Sahihain, karya Abu Nu’aim al-Asbihani.
2) Kitab-kitab al-Majami, seperti: Al-Jam’ bain al-Sahihain, karya al-Asgani al-Hasan ibn Muhammad
3) Kitab-kitab Mustadrakat, seperti: Al-Mustadrak, karya Al-Hakim
4) Kitab-kitab Zawa’id seperti: Misbah al-Zujajah fii Zawa’id Ibn Majah, karya al-Busairi
5) Kitab Miftah Kunuz al-Sunnah
Suatu kitab yang disusun oleh Arnold John Wensinck dan telah dialihfungsikan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi. Jumlah kitab yang dijadikan rujuka adalah empat belas kitab, yakni: Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan AbiDawud, Sunan al-Turmuzi, Sunan al-Nasa’I, Sunan Ibn Majah, Muwatta’ Malik, Musnad Ahmah bin Hanbal, Musnad Abi Dawud al-Tayasili, Sunanal-Darimi, Musnad Zaid ibn ‘Ali, Sirah ibn Hisyam, Magazi al-Waqidi, dan Tabaqat Ibn Sa’d.
Kelebihan dari metode keempat ini adalah banyakknya hadis yang ditemukan pada tema tertentu karena sumber yang dijadikan rujukan kitab ini cukup banyak, yakni 14 buah. Sedangkan kekurangannya adalah sulitnya menemukan suatu potongan matn hadis atau matn hadis termasuk tema yang mana, karena besar kemungkinan adanya perbedaan persepsi antara penyusun kitab dan penelusur hadis.
e. Dengan mengamati secara mendalam keadaan Sanad dan matn.
Metode kelima dalam menelusuri hadis ini ialah dengan mengamati mendalam sanad dan matn hadis, yaitu dengan melihat petunjuk dari sanad, matn atau sanad dan matnnya secara bersamaan. Petunjuk dari matn, misalnya adanya kerusakan makna hadis, menyelisihi al-Qur’an ataupun petunjuk bahwa hadis itu palsu ataupun lainnya. Adapun kitab-kitab yang bisa menjadi rujukan adalah:
1) Al-Maudu’ at al-Sugra, karya ‘Ali al-Qari’
2) Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Hadis al-Syani’ah al-Maudu’ah, karya al-Kinani
Petunjuk yang lain dari matn yaitu bila diketahui matn hadis tersebut merupakan hadis Qudsi. Kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini ialah: Misykah al-Anwar, karya Muhy al-Din Muhammad ibn ‘Ali ibn ‘Arabi al-Khatimi (w.1031 H).
Petunjuk dari Sanad, misalnya sanad yang rawinya meriwayatkan hadis dari anaknya. Kitab yang menjadi rujukan misalnya Riwayah al-Aba’ ‘an al-Abna’ karya Abu Bakr Ahmad ibn ‘Ali al-Bagdadi.
Kelebihan dari metode yang kelima ini adalah ditemukannya hadis yang dicari dalam kitab rujukan dengan adanya penjelasan tambahan dari penyusunan. Adapunkekurangannya ialah perlunya pengetahuan yang mendalam bagi penelusur hadis untuk mengetahui keadaan sanad dan matn hadis.
2. Takhrij di Era Modern
Seiring berjalannya waktu perkembangan pengatahuan manusia semakin hari semakin meningkat saja dengan itu muncullah teknologi-teknologi baru yang semakin mempermudah kehidupan manusia. Dalam ilmu bidang kajian hadis juga mengalami hal yang sama. Sejak ditemukan teknologi komputer, ribuan atau mungkin jutaan kitab yang ada di dalam kajian Islam didigitalisasi dan dimasukkan dalam dunia komputer menjadi di genggam satu tangan saja. Data itu pun diolah dengan berbagai bahasa yang diprogramkan dengan menghasilkan software-software yang mudah di pakai. Pada gilirannya, muncullah berbagai aplikasi dan software untuk melakukan takhrij hadis. Diantara software yang bisa dipakai untuk takhrij hadis salah satunya Software Lidwa Pustaka dan mausu’ah assyarif . Kumdian untuk aplikasi telephone pintar yang bisa di download di Android salahsatunya adalah Ensiklopedi Hadits.
1) Takhrij secara offline dengan software Lidwa Pustaka dan mausu’ah assyarif
Ada 4 mode pencarian di dalam aplikasi Lidwa Pustaka, yakni pencarian berdasarkan kata, pencarian pernomoran, pencarian berdasarkan bab/tema, pencarian berdasarkan rawi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Pencarian berdasarkan kata
Buka software Lidwa Pustaka à Klik menu pencarian kata (pojok kiri bawah) -> Tuliskan satu kata di dalam pencarian berbagai kitab yang diinginkan. Misal Kitab Shahih Al-Bukhari atau seluruh kitab di Kutub as-sittah (Klik Pencarian). Maka hadis yang ditelusuri akan ditampilkan berdasarkan pencarian kata.
b) Pencarian berdasarkan Penomoran
Buka Software Lidwa Pustaka à Buka kitab yang diinginkanà Klik menu pencarian nomor hadis (tengah) àTuliskan satu nomor di dalam pencarian à Apabila telah didapatkan hadistnya untuk mempermudah menemukan hadis yang subtema dengan hadis tersebutà Klik menu hadis penguat.
c) Pencarian berdasarkan bab/tema
Buka Software Lidwa Pustaka à Klik menu pencarian Bab à Pilih bab atau tema yang ingin dicari.
d) Pencarian berdasarkan Rawi
Buka Software Lidwa Pustaka à Klik menu pencarian Rawi à Klik hadis-hadis yang diriwayatkan.
D.
Kesimpulan
Adapun yang dimaksud dengan Takhrij yakni upaya menelusuri hadis sampai ke
sumber-sumbernya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat Takhrij dapat
dilakukan dengan dua cara baik tradisional/konvensional dan modern berbasis
teknologi. Saat ini media aplikasi pencariaan hadis lebih mudah dilakukan
dengan software Lidwa Pustaka karena tidak membutuhkan waktu dan tenaga lebih dalam pencarian.
Sedangkan pencarian berdasarkan kitab konvensional seperti Mu’jam Mufahraz,
Mu’jam Assagir, Mu’jam Al-Kabir membutuhkan waktu dan tenaga lebih dalam
melakukan pencarian.
Daftar Pustaka
Ali Imran, Ilmu Sanad Hadis. (Yogyakarta: Idea Press. 2017)
Aplikasi software Lidwa Pustaka dan mausu’ah assyarif
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, ( Yogyakarta: STAIN PO Press Ponorogo, 2010)
Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah Al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-Maa'rif, 1991)
Mahmud at Tahhan, Metode Tahrij dan penelitian sanad hadis,judul asli Usulut Takhrij Wa Dirasatul Asanid, (Surabaya: Bina Ilmu:1995)
M. Agus Salahudin, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Suryadi, Agung Darnanto, dan Al-Fatih. Metodololgi penelitian Hadis, (Yogyakarta: Pokja Akademik,2006)
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits, (Malang: UIN-Malang Press, 2008)
[1] Louis Ma'luf, al-Munjid fi al-A'lam, (Beirut: Dar al-Masyariq, 1986), hlm. 172.
[2] Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa Dirasah Al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-Maa'rif, 1991), hlm. 10.
[3] M. Agus Salahudin, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 189
[4] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 11. Baca juga, Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, ( Yogyakarta: STAIN PO Press Ponorogo, 2010), hlm. 166
[5] Suryadi, Agung Darnanto, dan Al-Fatih. Metodololgi penelitian Hadis, (Yogyakarta: Pokja Akademik,2006), hlm 33.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Ibid, hal: 34
[10] Ali Imran. 2017. Ilmu Sanad Hadis. Yogyakarta: Idea Press. hlm. 256
[11] Mahmud at Tahhan, Metode Tahrij dan penelitian sanad hadis,judul asli Usulut Takhrij Wa Dirasatul Asanid, (Surabaya: Bina Ilmu:1995), hlm:66
[12] Suryadi, Agung Darnanto, dan Al-Fatih. Metodololgi penelitian Hadis, (Yogyakarta: Pokja Akademik,2006), hlm 36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOHON COMMENT NYA :)
ATAU LIKE NYA (Y) TERIMA KASIH