Sebelum membaca atau copas, mohon comment :) terima kasih
PEMBAHASAN
A. PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN
Secara etimologis, istilah
psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”,
dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa,
atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila
mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka
tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat
abstrak. Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi
dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan
sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Whiterington, bahwa pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.[2] Itu artinya bahwa tindakan-tindakan
belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan
pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh
individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai
hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan
sangat diperlukan.
Psikologi pendidikan adalah
studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari
psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Dapat
disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam
menguraikan penelitiannya lebih menekankan masalah pertumbuhan dan perkembangan
anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah
pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.[3]
B. TUJUAN
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Konsep pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukan
bagi siswa (orang-orang yang sedang belajar).keberadaaan psikologi pendididkan
pada dasar nya adalah untuk mempermudah pendidik dalam menerapkan proses
belajar mengajar. Dengan mempelajari psikologi pendidikan,paling tidak para calon guru
atau guru telah mendapat gambaran mengenai kondisi dan situasi keberadaan diri
pribadi,peserta didik dan lembaga pendidikan.[4]
Psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin psikologi yang khusus
mempelajari, meneliti,dan membahas seluruh prilaku manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan, yang meliputi tingkah laku belajar (siswa),tingkah laku
belajar (guru,dan tingkah laku belajar mengajar (guru dan siswa),yang saling
terkait atau berintraksi satu sama lain. Inti persoalan psikologis dalam
psikologi pendidikan adalah tidak mungkin mengabaikan persoalan psikologi
guru,karena hal ini (profesi sebagai guru) terletak pada kondisi siswa.
Lebih jauh, psikologi pendidikan sebagai displin ilmu,sudah barang tentu
mempunyai fokus tujuannya sendiri, yaitu : Pertama,
tujuan ilmu itu sendiri (untuk apa ilmu ini dipelajari dan dikembangkan oleh
para ahlinya), Kedua, tujuan kurikuler dalam mempelajari
sesuatu ilmu.analisis terhadap pemikiran sesuai dengan yang digambarkan oleh
dua psikologi terkemuka (Lindgreen dan Bernard) sebagai berikut :
1. Menurut Lindgreen, “ Tujuan
psikologi pendidikan adalah untuk membantu guru dan perkembangan prospektif
para guru dalam memahami proses pendidikan yang terbaik”
2. Menurut Bernad, “ pada
dasarnya tujuan psikologi pendidikan adalah untuk memahami bagaimana proses
belajar mengajar cara lebih efektif dan tetapa sasarannya”
Dari
dua pendapat ahli diatas dapat dipahami bahwa tujuan mempelajari dan
dikembangkan psikologi pendidikan adalah untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan untuk membantu para guru dan calon guru agar betul-betul
memamahami proses pendidikan yang baik, sehingga mereka dapat membimbing proses
belajar para siswanya cara lebih efektif dan terarah sebagai upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi anak didiknya di sekolah secara optimal.
C. PERANAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Perkemabangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat (termasuk dalam ilmu Kependidkan),
menutut manusia untuk mengolah segala potensi yang dimilikinya agar tidak
ketinggalan kereta, lewat pengkajian dan penelitian ilmiah, khususnya psikologi
pendidikan yang berusaha untuk menelaah berbagai hal yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar manusia dari sejak lahir sampai usia lanjut terutama
bagaimana iklim yang mempengaruhi proses perjalanan belajar mengajar.[5]
Setiap
manusia pasti melakukan perbuatan atau pekerjaan mengajar, bahkan mereka punya
bakat untuk mendidik yang tidak mesti harus bersekolah di pihak lain, dalam
kehidupan ini cukup banyak orang dapat dikatakan terdidik, namun sedikit pula
diantara mereka itu yang memiliki, penegetahuan yang jelas tentang bagaimana
menjalani pendidikannya sehingga berhasil sukses seperti yang diharapkan.
Banyak sekali keinginan
manusia untuk menjadi guru, atau paling tidak menggurui, akan tetapi mereka tak
tahu bagaimana proses pendidikan yang berhasil. Untuk menjelaskan persoalan di
atas, maka sebagai solusinya mereka harus tahu cara mengajar yang baik dan berhasil,
mereka harus tahu kondisi para anak yang dididiknya baik menyangkut persoalan
warisan (bawaan) maupun yang terkait dengan pengaruh-pengaruh lingkungan social
sekitar, demikian kata Withrington.[6]
Terkait
dengan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka akan sangat
tergantung dan dipengaruhi oleh iklim belajar itu sendiri (learning climate),
yang didalamnya tercakup berbagai hal seperti, : keadaan fisik,situasi social,
kondisi ekonomi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, persoalan kondisi
mental peserta pendidik, seperti : minat,bakat,sikap,nilai-nilai, sifat
personalitasnya, berbagai kemampuan dan sebagainya perlu dianalisa dan dipahami
secara baik.
Semua kondisi diatas sangat
berhubungan dengan keberadaan psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan,
yakni bertugas atau berperan untuk memberikan wacana-wacana solusi terbaik bagi
keberagaman persoalan yang muncul dalam suasana proses belajar mengajar.
Disamping itu, pemahaman-pemahaman kita terhadap fenomena yang muncul
kepermukaan itu, baik terkait dengan definisi, hakikat dan tujuan dari
psikologi pendidikan serta pengalaman kita sehari-hari dalam realitas sosial
khususnya dalam mengaplikasikan pengajaran (sebagai guru), maka kita dapat
meremuskan secara ringkas tentang peranan (tugas) psikologi pendidikan sebagai
berikut:
1. Psikologi pendidikan akan
berperan dalam mempersiapkan para guru (calon) guru yang propesional yang
berkompetensi dalam bekajar dan mengajar.
2. Psikologi pendidikan
mempengaruhi perkembangan, perbaikan dan penyempurnaan kurikukum sekolah sesuai
dengan tuntutan perkembangan pendidikan sebagai pedoman bagi para guru dalam
membimbing proses belajar mengajar para siswa nya yang memadai.
3. Psikologi pendidikan dapat
memperngaruhi ide dan pelaksanaan admisnistratif dan supervisi pendidikan yang
akan dilaksanakan oleh para pimpinan dan pemilik sekolah dalam mengelola
kelancaran proses pendidikan di sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum yang
berlaku
4. Psikologi pendidikan mencoba
mengarahkan guru fan calon guru untuk tahu mengapa suatu hal tertentu itu
terjadi, bagaimana problem solving nya dan juga diharuskan mengetahui
aktivitas-aktivita yang di anggap penting bagi pendidikan.[7]
Dalam bukunya, Drs. Alex
Subor, M,si.[8] mendefinisikan bahwa
Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku
individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses
belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan
psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam:[9]
1. Mengenai belajar, yang
meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta
didik dan sebagainya.
2. Mengenai proses belajar, yakni
tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta
didik dan sebagianya.
3. Mengenai situasi belajar,
yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang
berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel
Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan,
yaitu :
1. Pengetahuan tentang psikologi
pendidikan (The science of educational psychology)
2. Hereditas atau karakteristik
pembawaan sejak lahir (heredity)
3. Lingkungan yang bersifat fisik
(physical structure).
4. Perkembangan siswa (growth).
5. Proses-proses tingkah laku
(behavior proses).
6. Hakikat dan ruang lingkup
belajar (nature and scope of learning).
7. Faktor-faktor yang
memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8. Hukum-hukum dan teori-teori
belajar (laws and theories of learning).
9. Pengukuran, yakni
prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi.
(measurement: basic principles and definitions).
10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer
of learning subject matters)
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran
(practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran
sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran
sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar
dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak
didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun
dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses
pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar.
Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah[10] mengatakan
bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru
adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar
mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan
perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami
tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang
terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala
aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi
pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya
diharapkan dapat :
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat
Dengan
memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih
tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai
tujuan pembelajaran.Misalnya,
dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku
individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih Strategi atau Metode Pembelajaran yang Sesuai
Dengan
memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan
strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu
mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan
gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan Bimbingan atau Bahkan Memberikan
Konseling
Tugas dan peran guru, di
samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para
siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat
memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan
interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan Memotivasi Belajar Peserta
Didik
Memfasilitasi artinya berusaha
untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat,
kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan
dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan
belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan
mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun
motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif
Efektivitas pembelajaran
membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi
pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim
sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan
nyaman dan menyenangkan.
6. Berinteraksi Secara Tepat Dengan Siswanya
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi
dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang
menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil
pembelajaran yang adil
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan
penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,
pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
D. BEBERAPA TEORI PSIKOLOGI YANG TERKAIT DENGAN
PENDIDIKAN
a) Teori Perkembangan Intelektual
( Kognitif) Dari Jean Piaget
Piaget, melihat perkembangan
kognitif/ intelektual seseorang akan berlangsung melalui empat tahap[11] :
1. Tahap
Sensorik/Motorik (usia 0-2 tahun ): Tahap ini individu
memperoleh pengetahuan perkembangan intelektual melalui refleks – refleks untuk
mengetahui dunianya dengan cara itu individu bisa mencapai kemapuan dalam
merpersepsi ketetapan objek. Misalnya, orang tua memperlihatkan suatu (benda) pada bayinya dengan
bercanda ria dan dengan menimang-nimang agar anak tidak menangis lagi
2. Tahap Pra-Operasional dan atau intuisi ( usia
2-7 tahun) : dalam pase ini individu akan mendapatkan pengetahuan dan
perkembangan intelektual melalui penggunaan simbol dan penyusunan tenggapan
internal (mencoba memicu gerakan-gerakan anak lewat emosi/perasaan). Contohnya,
memberikan mobil-mobilan, bercakap-cakap dengan bahsa anak dan mencocntohkan
perilaku yang baik pada anak (peniruan
3. Tahap Konkrit Operasional (usia7-11 tahun) Tahap ini individu memperoleh
pengtahuan dan perkembangan intelektual dengan menggunakan pikiran secara
sistematis terhadap hal-hal (objek) yang konkrit. Mencapai kemampuan
berfikir, dan kemampuan mengkonvervasikan (memilah-milah). Misalnya, anak
melihat api, anak mencoba memikirkan dan mulai menggunakan akal untuk
membedakan/memilah bahwa api itu panas atau dingin, dan sebagainya.
4. Tahap Formal Operasional (usia 11- ke atas). Fase ini individu mendapatakan
pengatahuan (dan perkembangan intelektual) dengan cara Berfikir dan
pengananlisaan; baik yang abstrak dan hipotesis. Contohnya, seorang anak
melihat seekor anak ayam yang baru lahir (menetas), kemudian besok mati. Timbul
Pertanyaan dalam pikiran anak, kenapa harus mati? Mengapa tidak bergerak lagi? Terus
ia terfikir lagi, oh, tidak ada denyut apa-apa, dan coba dibantu untuk menggerakan, tidak
bergerak juga, oh, sudah mati. Jadi, anak berkesimpulan bahwa yang bernyawa akan mati.
b) Teori Pertumbuhan Intelektual
Kognitif Menurut Brunner
Menurut Brunner[12], perkembangan kognitif (intelektual)seseorang individu berkembnagn karena
adanya peningkatan ketidaktergantungan respons (reaksi) dari stimulus
(rangsangan). Pertumbuhan bergnatung pada perkembangan sistem pemrosesan
informasi secara intelektualitas dan sistem penyimpanan yang menggambarkan
suatu realitas.
Dari pelbagai penilitian yang dilakukan pakar psikologi kognisi ini, maka
brunner mencoba membagi tiga tahapan perkembangan intelektual sebagai suatu
dalam alam pikirannya, yakni :
1. Tahap Enactive, yaitu tahap dimana si anak
memahami lingkungannya melalui aksi; perbuatan,kegiatan,tingkah laku, dsb.
Misalnya, anak bermain telepon-teleponan atau belajar menulis (coret-coret).
Dan pada akhir nya dalam diri anak tercemin suatu keberhasilan.
2. Tahap Iconic, yakni tahap di mana anak
mendapatkan informasi imageri (pesan). Ingatan visual berkembang, tapi siswa
tetap membuat keputusan berdasarkan kesan sensoris yang di perolehnya, bukan
lewat bahasa. Contoh, seorang anak menonton film telatabis, anak akan
memperhatikan secara seksama perab apa yng dimaikan oleh aktor/aktris cilik
dalam film tersebut.
3. Tahap symbolic, adalah tahap dimana individu
memperoleh pengetahuan dan perkembangan intelektual lewat pengenalan akan
simbol-simbol atau gambar-gambar dan sebagainya. Disini bahasa matematika dan
logika mulai berperan aktif.
c) Teori Perkembangan Kognitif
Dari Vygotsky
Menurut Vygotsky[13], proses perkembangan intelektual seseorang sangat bergantung pada
lingkungan sosialnya. Perkembangan kognitif bermula dari interaksi antar
pribadi dalam suatu ilmu kebudayaan, tradisi atau lingkungan sebelum situasi
dan kondisi mental (proses psikologis anak) secara menyeluruh dimungkinankan
pada seorang anak.
Karena itu, prosesi perkembangan intelektual (kognitif) individu akan
berlangsung dari other-regulated behavior sampai self-regulated behavior. Untuk
membantu anak dalam penerimaan pengtahuan, dan orang dewasa harus menentukan
dan memahami dua hal:
1. Taraf perkembangan actual dari
anak, dengan memperoleh kemampuan unutk memecahkan masalah tanpa
bimbingan orang dewasa,
2. Apa yang dapat dilakukan anak
dengan bimbingan orang dewasa.
Jika anak dapat bekerja sama
dengan orang dewasa, maka kita anak melihat perkembangan yang potensial dari
anak dalam kondisi optimal. Perbedaan kedua tingkat ini di sebut zone
of proxima development (ranah perkembangan intelektual yang
proksimal). Kunci keberhasilan peningkatan intelektual anak adalah menentukan
dimensi-dimensi mana dari anak itu harus bekerja (belajar).
d) Teori Perkembangan Kepribadian
Dari Erikson
Erikson
mencoba untuk mengerti proses perkembangan kepribadian seseorang secara
menyeluruh. Menurut Erikson, perkembangan intelektual dipengaruhi oleh
psikososial.[14]
Psikososial adala suatu
respons dalam lingkungan terhadap bergabagi hal, baik yang berkaitan dengan
bentuk-bentuk perilaku maupun kondisi perkembangan, yang keadaan itu di
pandangi sebagai suatu keadaan yang krisis (bergejolak) yang dihadapi seseorang
pada tahap-tahap yang berbeda dalam kehudipan ini.
Di bawah ini akan di gambarkan
beberapa tahapan perkembangan individu dalam rentang kehidupannya dengan
beragam bentuk ke-krisisan yang di hadapinya adalah:
Tahap perkembangan
individu
|
Krisis yang dihadapi
individu
|
v Masa bayi
|
v Percaya vs tidak percaya
|
v Masa anak awal
|
v Otonomi vs malu-malu
|
v Masa anak tengah
|
v Berinisiatif vs ragu-ragu
|
v Masa anak sekolah
|
v Berhasil secara akademis dan social vs gagal
|
v Masa remaja
|
v Identitas diri vs bingung dalam peran
|
v Masa dewasa muda
|
v Intim vs minder
|
v Masa dewasa
|
v Berhasil dalam segala hal vs mandek/macet
|
v Masa usia lanjut
|
v Integritas vs putus asa
|
Dalam pandangan Erikson, semua tahapan perkembangan kepribadian dan segala
krisis yang di hadapi individu pada umumnya tak terlepas dari situasi dan
kondisi psikososial. Keadaan psikososial snagat berperan dan berpengaruh dalam
proses tumbuh berkembannagn seseorang dalam berbagai rentang usia di
kehidupannya.
e) Teori Perkembangan Dan
Penalaran Moral Dari Kohlberg
Dalam pandangan Kohlberg, semua proses yang trerkait dengan pengetahuan moral
(termasuk agama dan social akan tumbuh kembang melalui sistem penalaran
dan tahap perkembangan yang sistematik dalam setiap rentang usia kehidupan.
Makin tumbuh dan berkembang
individu, makin matang pula proses pemahaman
dan pemikiran seseorang tentang sistem moralitas.
Tentu saja persoalan ini dibenak kita akan timbul sejumlah pertanyaan seperti
mengapa dalam realitas social, kita melihat banyak orang-oang yang tidak
bermoral.
Apakah seseorang tidak menalar, memahami atau sangat cuek terhadap
peraturan-peraturan yang ada; baik peraturan negara, maupun hukum agama.
Barangkali jawaban-jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
adalah tergantung pada diri pribadi masing-masing, sejauh mana mereka
memmahami, memaknai dan menghayati suatu konsep nilai dan hukum yang berlaku.
Selain itu, sebatas mana pengetahuan atau pendidikan yang dipunyai seseorang
terhadap konsep moralitas itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagi
objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia
individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu
sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu
memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan
dari psikologi.
Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang
mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar
bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam
menyampaikan materi pelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOHON COMMENT NYA :)
ATAU LIKE NYA (Y) TERIMA KASIH