KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha
Kuasa. Yang mana dengan kemudahan dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Masail fiqiyah.
Adapun makalah ini
kami susun guna memenuhi
persyaratan nilai tugas
dalam mata kuliah masail fiqiyah
di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Pontianak.
Terima
kasih juga kami ucapkan kepada
dosen pengampu mata kuliah masail
fiqiyah karena telah memberikan kami tugas sehingga menambah
pengetahuan dan pengalaman kami.
Dan secara khusus kami juga
mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua kami yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan
serta do’a yang selalu mengiringi kami.
Kami selaku penyusun sadar akan ketidaksempurnaan dan
kekurangan dalam laporan ini baik dalam hal sistem penyusunan maupun hasil
makalahnya. Oleh sebab itu kami sangat berharap atas kritik dan saran yang
membangun guna mengembangkan pengetahuan kita bersama dan penunjang lebih baik
lagi untuk makalah selanjutnya.
Pontianak,
08 April 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Undang-undang
Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, membedakan
bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1,
memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia cukup pesat, hal ini terlihat dari data yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 terdapat 3 Bank
Umum Syariah (BUS) dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total asset lebih dari
7,8 triliun rupiah (belum termasuk BPRS). Kemudian pada Desember
2008 Unit Usaha Syariah bertambah menjadi 26 UUS, dan awal januari 2009
bertambah menjadi 5 BUS, dimana dua bank melakukan spin off yaitu
Bank BRI syariah dan Bank Bukopin Syariah. Namun, dalam perkembangannya
belakangan bank syariah menghadapi beberapa tantangan yang mesti dihadapi dan
dituntut untuk dapat memberikan terobosan dalam rangka mengembangkan potensi
perbankan syariah, diantaranya tantangan bank syariah adalah: 1) Ketidakmengertian
masyarakat pada umumnya tentang produk-produk unggulan perbankan syariah. 2)
Kurang populernya produk-produk pembiayaan yang secara teori dapat mendukung
sektor rill, salah satunya yang cukup berpotensi memberikan kontribusi pada
sektor rill adalah pembiayaanmudharabah di samping besarnya risiko yang
harus dihadapi bank syariah dalam memberikan pembiayaan tersebut. 3)
Rentannya bank syariah terhadap risiko likuiditas jika memberikan
pembiayaan mudharabah. 4) Sumber daya manusia yang terbatas.
Dengan
semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun dengan bank konvensional,
membuat bank syariah dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat
bersaing dalam memperebutkan pasar perbankan nasional di Indonesia. Meski
pertumbuhan aset perbankan syariah mampu mencatatkan pertumbuhan yang cukup
tinggi yaitu 35,6% dari 2007 yang sebesar Rp 36,5 triliun. Namun dengan total
aset Rp 49,5 triliun pada 2008, pangsa pasar bank syariah baru mencapai 2,08%
dari total asset perbankan konvensional. Pencapaian ini masih jauh dari target
yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 5% dari bank konvensional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
BANK
KONVENSIONAL
1.
Pengertian
bank konvensional
Konvensional
berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam bahasa Indonesia berarti
pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya
berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan (kesepakatan).
Namun secara realita, sistem perbankan yang menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati
bersama dalam suatu konvensi apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga
yang di ambil oleh Bank konvensional menjadi riba, sedangkan riba dalam sistem
ekonomi Islam adalah sesuatu yang diharamkan, karena mengambil sesuatu yang
bukan hak milik demi mendapatkan keuntungan sama saja dengan mencuri.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia, menurut jenisnya bank
terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. (Rezky rahmida : 2012)
Dari
pengertian di atas dapat ditarik sebuah definisi bagi bank umum (konvensional)
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (untuk
seterusnya penggunaan istilah bank umum merujuk kepada bank konvensional). Bank
Umum merupakan bagian dari perbankan nasional yang memiliki fungsi utama
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Dengan
fungsi utama yang demikian, Bank Umum memiliki peranan yang strategis dalam
menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur-unsur pemerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional guna
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Memperhatikan
peranan Bank Umum yang demikian strategis, perkembangan Bank Umum yang semakin
pesat dan tantangan-tantangan, yang dihadapi Bank Umum yang semakin luas dan
bersifat internasional, maka landasan hukum Bank Umum perlu diperkokoh melalui
penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang mengatur Bank Umum dan penerapan prinsip
kehati-hatian.
2.
Fungsi Bank Konvensional
Fungsi dan peran bank umum dalam perekonomian
sangat penting dan strategis. Bank umum sangat penting dalam hal menopang
kekuatan dan kelancaran sistem pembayaran dan efektivitas kebijakan moneter.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip
kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
3.
Hukum Riba dan Bunga Bank
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba,
baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta
riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah
diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah
menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia
dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 275].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279]
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ
يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan
dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam
puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا
أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا
عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang
paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan
sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ
سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba,
yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda;
Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah
mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun
Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba”
(dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat
berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya
beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para
shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab,
“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh
wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah
riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi,
dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah
berkonsensus mengenai keharaman riba.”
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab
al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan.
Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai`
wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba)[Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna
al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min
al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti
berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud
meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang
memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul
al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba
secara global. Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba
termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar
al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan
riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah
memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah
dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina,
mencuri, dan minum khamer. Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga
menyatakan hal yang sama Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan;
kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim
juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba
jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayat
Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam
dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba
jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis
kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab
al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan
al-Quran dan Sunnah. Ulama saat ini sesungguhnya telah ijma’ tentang keharaman
bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar,
para ahli ekonomi Islam dunia, Umar Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan
para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para pakar yang ahli ekonomi
yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum bunga
bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Econmic,(
2000). Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun
produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak
sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Krisis ekonomi dunia
yang menyengsarakan banyak negara yang terjadi sejak tahun 1930 s/d 2009,
adalah bukti paling nyata dari dampak sistem bunga (Muhamad mujahidin, 2010 :
tanpa halaman).
4.
Pendapat
ulama tentang bank konvensional
1.
Abdul
Halim Hasan (penulis Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm dari Medan) dan Kaharuddin Yunus
(penulis buku Sistim Ekonomi Menurut Islam), berpendapat bahwa bunga bank, baik
besar maupun kecil, termasuk riba yang dilarang oleh Allah.
2.
Menurut
Ahamd Azhar Basyir, Abu al-A`la al-Maududi dan Muhammad Abdullah al-`Arabi
(penasehat hokum Islamic Congress Cairo), keberatan dengan perbankan yang
menggunakan bunga; akan tetapi, di sisi lain, perbankan berperan vital dalam
perekonomian. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa umat Islam dibolehkan melakukan aktivitas mu`amalah dengan bank-bank
konvensional dengan alasan keterpaksaan (al-dharûrat).
3.
Musthafa
Ahmad Zarqa Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Perdata pada universitas syiria di
Damaskus mengatakan, berpendapat bsebagai berikut:
a.
System
perbankan yang berlaku sampai kini dapat diterima sebagai suatu penyimpangan
yang bersifat sementara. Dengan kata lain istem perbankan merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat dihindari sehingga umat Islam diperbolehkan
bermuamalah atas dasar pertimbangan darurat, tetapi umat Islam harus senantiasa
berusaha mencari jalan keluar.
b.
Pengertian
riba dibatasi hanya mengenai praktek riba di kalangan jahiliyah yaitu yang
benar-benar merupakan suatu pemerasan dari orang-orang mampu (kaya) terhadap
orang-orang miskin dalam utang-piutang yang bersifat konsumtif, bukan
utang-piutang yang bersifat produktif. (Dokumen
pemuda tqn, 2012 : tanpa halaman).
4.
Pertemuan
150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385
H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala
keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang
diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang juga
mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
5.
Abdul
Halim Hasan (penulis Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm dari Medan) dan
Kaharuddin Yunus (penulis buku Sistim Ekonomi Menurut Islam), berpendapat
bahwa bunga bank, baik besar maupun kecil, termasuk riba yang dilarang oleh
Allah.
6.
Pandangan
Majelis Tarjih Muhammadiyah mengenai bunga bank dapat dilihat dalam
keputusannya sebagai berikut: (a) bank dengan sistem riba, hukumnya haram dan
bank tanpa riba hukumnya halal. (b) bunga bank yang diberikan oleh bank-bank
milik negara kepada para nasabah atau sebaliknya, termasuk
perkara mutasyabihat. (d) hukum asuransi jiwa yang mengandung unsur-unsur
riba,maysîr, ketidakadilan, gharâr, ghasy, dan menyalahi hukum
kewarisan Islam, adalah haram. Sedangkan hukum asuransi jiwa yang tidak
mengandung unsur-unsur tersebut adalah boleh; dan
7.
Ketetapan
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang bunga bank terdiri atas tiga
bagian:
a.
Pengertian
bunga dan riba. Dalam keputusan tersebut dikatakan bahwa bunga bank adalah
tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari
pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,
berdasarkan lamanya peminjaman (durasi), dan diperhitungkan secara pasti di
awal berdasarkan prosentase. Selanjutnya, dalam akpeputusan tersaebut
dijelaskan bahwa riba adalah tambahan (زيادة) tanpa imbalan (بلاعوض) yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran (زيادة الأجل) yang diperjanjikan sebelumnya (اشتراط مقدما). Ini adalah
riba nasî`at.
b.
Dalam
keputusan tersebut ditetapkan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai
bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Nabi Muhammad Saw., yakni riba nasî`at. Dengan demikian, praktek pembungaan
uang termasuk salah satu bentuk riba, dan haram hukumnya. Terdapat
tambahan informasi sebagai lanjutan dari keputusan tersebut, yaitu bahwa
praktek pembungaan uang banyak dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal,
Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya, termasuk juga dilakukan oleh
orang-orang tertentu secara perorangan.
c.
Hukum
bermu`amalah dengam bank yang menggunakan sistem bunga (bank konvensional).
Dalam keputusan tersebut masih ditetapkan dua hukum mengenai bermu`amalah
dengam bank konvensional: bagi penduduk yang tinggal di daerah yang sudah
terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah; dan bagi penduduk yang tinggal di daerah
yang belum terbentuk Lembaga Keuangan Syari`ah. (Masfhufah, 2012 : tanpa
halaman).
B.
BANK
SYARIAH
1.
Pengertian
bank syariah
Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk
usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal
ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Bank syariah
beroperasi tidak dengan menerapkan metode bunga, melainkan dengan metode bagi
hasil dan penentuan biaya yang sesuai dengan syariah islam. (Edi wibowo dan
Untung hendi widoo, 2005 : 21).
2.
Sejarah
Perbankan Syariah Internasional
Islam
adalah agama yang bersifat rahmatan
lil’alamin (menjadi rahmah bagi alam semesta). Setiap aspek kehidupan dalam
Islam telah mendapatkan pengaturan dari
Allah SWT sebagaimana yang telah tertuang dalam Al-Quran, meskipun hanya secara
umum. Dasar-dasar suatu akad yang menjadi pilar dalam operasional dalam
perbankan syariah, sebenarnya telah mendapatkan pengaturan. Namun demikian
masih dibutuhkan adanya tindakan manusia agar konsep yang ada dapat diimplementasikan.
Upaya awal penerapan profil and loss sharing tercatat di
Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya pengelolaan dana
jamaah haji secara nonkonfensional.
Sejarah perbankan syariah pertama kali adalah pendirin sebuah bank di Mesir,
yaitu didiriknnya Islamic Rural Bank di
Desa Mit Gharm pada tahun 1963 di Koiro Mesir.
Namun karena pergolakan politik di
Mesir, pada tahun 1976 dimasa presiden
Gamal Abdul Naser, maka Mit Gharm di ambil alih oleh Negara dan
menjalankan operasional usahanya secara konvensional. Kemudian Bank Islam
pertama yang bersifat swasta adalah Dubai
Islamic Islam, yang didirikan pada tahun 1975 oleh sekelompok usahawan
muslim dari berbagai Negara. Perkembangan bank syariah secara internasional
dimulai dengan adanya Sidang Menteri Luar Negeri yang diselenggarakan oleh
Organisasi Konverensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, Desember 1970. Sejarah Pebankan Syariah di Indonesia. Indonesia sebagai sebuah
Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia baru pada akhir abad XX ini
memiliki bank-bank yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsif syariah. Pada
awal-awal berdirinya Negara Indonesia, perbankan masih berpegang pada sistem
konvensional atau sistem bunga bnk (interest
system). Pada tahun 1983 dikelurkan paket kebijakan berkaitan dengan
pemberian keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk bunga nol persen
(zero interest). (Abdul Ghofur Anshori, 2007 : 25).
3. Tujuan Perbankan Islam
Secara
umum Perbankan Islam mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan peningkatan serta
memelihara aplikasi prinsi-prinsip hukum Islam pada transaksi-transaksi
keuangan, perbankan dan masalah-masalah yang terkait dengan bisnis. Diantara
tujuan-tujuannya adalah :
a. Menyediakan para pelanggannya dengan
faslilitas-fasilitas dan jasa perbankan Islam dengan kualitas sebaik-baik
mungkin
b. Mencapai kemajuan tingkat keuntungan
yang cukup demi perkembangan perbankan itu sendiri
c. Mengembangkan dan memilahara suatu
manajement yang competen serta inovatif yang terkait dengan standar integrasi
dan profesionalisme perbankan Islam
d. Mengembangkan suatu kemampuan yang
bermotifasi pada penghematan dengan etika yang jujur kepada mitra usaha
e. Menghimpun, mengatur administrasi
dan mendistribusikan zakat dan infaq dan shadaqah. (Zaenal, 2011 : tanpa
halaman).
4. Hukum
bank Syariah
Ada dua
pendapat di kalangan ulama di Indonesia tentang apakah bank syariah dan BMT
(Baitul Mal wat Tamwil) sudah sesuai dengan syariah atau tidak.
a.
Pendapat
yang lebih berhati-hati menyatakan bahwa pada praktiknya Bank dan BMT Syariah
tidak berbeda dengan bank konvensional. Dalam arti, sama-sama mengandung unsur
riba. Salah satu contoh kesamaan itu adalah adanya keuntungan bersama yang
sudah ditentukan sebelumnya yang tidak ada bedanya dengan bunga bank
konvensional. Padahal bagi hasil yang sesuai syariah itu tidak boleh ditentukan
sebelumnya.
b.
Menyatakan
sudah sesuai dengan syariah dengan berpedoman pada pendapat Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI (fatwa-fatwa DSN MUI. DSN adalah lembaga MUI yang punya
otoritas memberikan label apakah suatu bank syariah memenuhi syarat untuk
disebut Syariah atau tidak.
Dalam konteks
ini, maka kalau ikut pendapat pertama berarti bank syariah termasuk riba karena
sama dengan bank konvensional. Sedangkan menurut pendapat kedua, tidak termasuk
riba. Pendapat kedua ini juga didukung oleh Syekh Nuh Ali Salman, mufti
Kerajaan Yordania. Menurut Syekh Nuh, Bank Syariah jelas lebih baik dari bank
konvensional karena secara filosofis mereka ingin menerapkan syariah Islam dan
itu terbukti dengan adanya fakta bahwa di setiap bank syariah ada pengawas
syariah yang akan mengingatkan pihak bank kalau ada pelanggaran syariah. Dalam
Fatawa Al-Muamalah, fatwa no. 12 ia menyatakan:
البنك
الإسلامي شركة تجارية تتقيّد في تعاملها بأحكام الشريعة الإسلاميّة. هذا ما تنصّ
عليه الأنظمة التي قام عليها البنك، والقائمون على هذه المؤسسة يُبدون استعدادهم
دائماً لقبول النصيحة حول أي معاملة من المعاملات التي يقومون بها إذا كانت تخالف
أحكام الشريعة الإسلامية.
ولهذا فهو خير قطعاً من البنوك التي تتعامل بالربا جهاراً نهاراً، والحريص على دينه يجب أن يسأل فقيهاً عن كل معاملة يريد أن يتعامل بها مع هذا البنك أو غيره؛ حتى لا يقع في الحرام، ويجوز إيداع الأموال لديهم على سبيل المشاركة، وأكل الأرباح التي يعطونها؛ لأنها أرباح تجاريّة وليست أرباحاً ربويّة.
ولهذا فهو خير قطعاً من البنوك التي تتعامل بالربا جهاراً نهاراً، والحريص على دينه يجب أن يسأل فقيهاً عن كل معاملة يريد أن يتعامل بها مع هذا البنك أو غيره؛ حتى لا يقع في الحرام، ويجوز إيداع الأموال لديهم على سبيل المشاركة، وأكل الأرباح التي يعطونها؛ لأنها أرباح تجاريّة وليست أرباحاً ربويّة.
Artinya: Bank Islam adalah perusahaan bisnis yang operasionalnya terikat dengan hukum syariah Islam. Ini aturan yang dibuat pihak bank. Pihak bank juga siap untuk mendengarkan nasihat ahli tentang produk bisnis mereka apabila ada yang melanggar syariah. Oleh karena itu, maka bank Islam jelas lebih baik dibanding berbisnis dengan bank konvensional yang jelas mengandung riba. Namun, orang yang berhati-hati pada agama hendaknya bertanya pada ahli fikih atas setiap produk jasa yang ditawarkan bank syariah apabila hendak bertransaksi dengan setiap bank syariah sehingga tidak terjatuh pada perbuatan haram. (Konsultasi syariah, 2012 : tanpa halaman).
5.
Pandangan
ulama tentang bank syariah
Majelis
Ulama Indonesia (MUI),mengatakan bahwa praktik perbankan syariah merubah cara
perhitungan bunga menjadi perhitungan bagi hasil pada perbankan di Indonesia.
MUI juga memberikan komentar bahwa ladang perbankan syariah yang masih
tersembunyi menjadi perhatian para banker pada perbankan syariah, yang
mengkhawatirkan eksodus akun perbankan syariah menjadi lebih kepada produk
perbankan konvensional. Umumnya, MUI di Indonesia sama dengan lembaga fatwa
Islam yang sama di negara lain. Sebagai institusi, akan memainkan peran penting
yang akan menghadapi pemerintah Indonesia yang sekuler dan ulama di Indonesia. MUI
didirikan pada tahun 1975 sebagai inisiatif pemerintah untuk mengkontrol
aktivitas keislaman di Indonesia. Kemudian, Presiden Soeharto menginginkan MUI
untuk tampil sebagai otoritas religi mengarahkan komoditas muslim. MUI
dirancang menjadi otoritas nasional bagi Islam dengan empat peran : (1) untuk
memberikan pelayanan aktivitas dan pengembangan lokasi (2) sebagai lembaga
saran (3) mediator antara pemerintah dan ulama dan (4) berfungsi sebagai ajang
diskusi para ulama.
Berdasarkan
pandangan para ulama mengutarakan bahwa perbankan syariah adalah bank yang
menjalankan bisnis perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum
Islam. Dalam hukum Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank
konvensional yang menerapkan sistem rente atau riba dengan perhitungan bunga
berbunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjamannya, tidak sesuai dengan
hukum islam. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan
sistem bagi hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam.
Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama nasabah yang
menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap banknya
dalam perhitungan bagi hasil tersebut, di tetapkan dengan sebuah angka ratio
atau besaran bagian yang disebut nisbah. (Mr Chen, 2011 : tanpa halaman).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konvensional
berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam bahasa Indonesia berarti
pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya
berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan (kesepakatan).
Fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat
serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak. Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Secara umum Perbankan Islam mempunyai tujuan untuk
mengembangkan dan peningkatan serta memelihara aplikasi prinsi-prinsip hukum
Islam pada transaksi-transaksi keuangan, perbankan dan masalah-masalah yang
terkait dengan bisnis. Diantara tujuan-tujuannya adalah :
a. Menyediakan para pelanggannya dengan
faslilitas-fasilitas dan jasa perbankan Islam dengan kualitas sebaik-baik
mungkin
b. Mencapai kemajuan tingkat keuntungan
yang cukup demi perkembangan perbankan itu sendiri
c. Mengembangkan dan memilahara suatu
manajement yang competen serta inovatif yang terkait dengan standar integrasi
dan profesionalisme perbankan Islam
d. Mengembangkan suatu kemampuan yang
bermotifasi pada penghematan dengan etika yang jujur kepada mitra usaha
Menghimpun, mengatur administrasi dan mendistribusikan zakat
dan infaq dan shadaqah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Indonesia, Gajah Mada
University Press:2007
Edi Wibowo dan
Untung Hendi Widoo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Bogor : Ghalia
Indonesia, 2005.
Santri tqn. 2012, Pendapat ulama
perorangan tentang bunga. http://www.dokumenpemudatqn.com/2012/05/pendapat-ulama-perorangan-tentang-bunga.html.di
unduh 07 April 2015
Rezky rahmida. 2013, Makalah
perbedaan bank konvensional.
http://rezkyrahmida.blogspot.co.id/2012/12/makalah-perbedaan-bank-konvensional-dan.html.di unduh 07 April 2016
Muhamad mujahidin. 2010, Analisis
fiqh kontenporer terhadap keterkaitan antara riba dan bunga bank. https://mujahidinimeis.wordpress.com/2010/05/02/analisis-fiqh-kontemporer-terhadap-keterkaitan-antara-riba-dan-bunga-bank. di unduh 07 April 2016
Mas fhufah. 2012, Pendapat ulama
tentang bunga bank. http://fhufah.blogspot.co.id/2012/07/pendapat-ulama-tentang-bunga-bank.html. di unduh 07 April 2016
Konsultasi syariah. 2014, Konsultasi
agama. http://www.alkhoirot.net/2014/12/hukum-bank-syariah-islam.html. di unduh 08 April 2016
Mr Chen. 2013, Perbankan syariah
dalam pandangan ulama. http://www.infoting.info/2011/06/perbankan-syariah-dalam-pandangan-ulama.html. di unduh 08 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOHON COMMENT NYA :)
ATAU LIKE NYA (Y) TERIMA KASIH